Daerah  

Limbah Laut Jadi Produk Seni Wimbakara di Kalangan Ayodya

Sejumlah peserta unjuk kebolehan dalam lomba kerajinan cenderamata gajah mina di Kalangan Ayodya, Art Center Taman Budaya, Senin (19/6).

Denpasar (Lokapalanews.com) – Peserta Wimbakara (Lomba) Kerajinan Cenderamata Gajah Mina di Kalangan Ayodya, Art Center Taman Budaya, Provinsi Bali, Senin (19/6) menjadi tontonan perdana dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV. Para peserta lomba yang merupakan duta kabupaten/kota di Bali saling unjuk kemahiran menghasilkan karya terbaiknya. Limbah laut, baik yang berupa kayu atau bambu disulap menjadi barang seni yang bernilai ekonomis. Bentuknya, unik dan menarik.

Gajah Mina idenya diterjemahkan dari tema besar PKB XLV yakni “Segara Kerthi: Prabhaneka Sandhi, Samudra Cipta Peradaban”. Gajah Mina, binatang yang ada di laut yang visualnya berupa ikan berkepala gajah diterjemahkan dalam bentuk cenderamata. “Idenya bagus yang membuat cendera mata Gajah Mina, tetapi sayang minim peserta. Kalau menjuri dengan peserta yang lebih banyak itu akan lebih bagus,” kata salah seorang dewan juri, Dr. I Ketut Muka Pendet di sela-sela lomba.

Membuat karya seni untuk produk suvenir, idenya sangat bagus. Terlebih pariwisata Bali sudah mulai bangkit, sehingga benda seni ini menjadi peluang sebagai oleh-oleh bagi para wisatawan. Hal ini juga menarik untuk membangkitkan generasi-generasi seniman patung di Pulau Dewata. “Bangkitnya pariwisata, maka lomba ini akan memicu mereka untuk membuat karya seni yang lebih banyak, karena adanya pariwisata,” kata Wakil Rektor Bidang, Umum, Keuangan dan Kepegawaian Insitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini kalem.

Gajah Mina sebagai produk kerajinan untuk cendramata menjadi sangat menarik. Artinya, konteks budaya dan pariwisata dengan mengangkat tradisi menggunakan bahan-bahan daur ulang dari limbah laut, seperti kayu yang masih sangat bagus. Para peserta yang merupakan seniman muda memiliki gaya kreativitas tinggi. Bagaimana mereka merangkai menjadi sebuah bentuk dengan konsep seni imajinatif. “Paling tidak ada tiga kategori yang muncul dari sebuah bentuk cenderamata tersebut,” katanya.

Para peserta lomba ini rata-rata memiliki dasar seni, sehingga mampu mengolah bahan sebagai media menuangkan ide. Pertama, ada yang membuat atau menyesuaikan dengan bentuk yang didapat, inspirasinya muncul dari bentuk bahan kayu ditemukan, kedua ada yang memunculkan bentuk dari merangkai, seperti menambahkan bilah-bilahan kayu, dan ketiga ada yang membentuk dengan membuang kayu yang melekat. “Bahannya berupa daur ulang, memakai bahan limbah bambu yang hanyut ke laut, lalu dibuat disesuaikan dengan bentuk yang didapat. Ini sungguh menarik,” katanya.

Seniman asal Nyuh Kuning Ubud ini menegaskan, Gajah Mina imajinasi sebuah kenamaan binatang laut berbadan ikan dan berkepala gajah. Tetapi, kalau kenyataan yang ada itu binatang gajah laut itu ada. “Sayang, pesertanya sedikit. Mungkin saja masing-masing kabupaten tidak mensosialisasikan ke akar rumput, sehingga tak banyak yang mengetahui. Padahal, di tiap-tiap kabupaten itu sangat banyak memiliki pematung, terutama anak-anak muda. Sebut saja di Ubud, gudangnya para perajin,” katanya. *