Garapan Jaladhi Sidhi, Persembahan Seniman Darmasaba Tampil Khidmat, Religius, dan Sedih di PKB

Penampilan tari Kreasi Jaladhi Sidhi garapan deniman Darmasaba dampil memukau di Ardha Candra, Kamis (29/6) malam.

Denpasar (Lokapalanews.com) – Suasana khidmat, religius, sedih dan kekinian melalui sentuhan vokal disandingkan dalam komposisi garapan karawitan dan koreografi yang harmonis mampu dibangun Sekaa Gong Kebyar Banjar Bersih, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung saat tampil dalam Parade Gong Kebyar Duta Kabupaten Badung di Ardha Candra Taman Budaya Bali, Kamis (29/6) malam.

Mewakili gong kebyar dewasa, malam itu, Sekaa Banjar Bersih, Darmasaba tampil bersama Gong Kebyar Anak-anak Desa Pangsan,Petang dan Sekaa Gong Kebyar Wanita Pancer Langit, Desa Kapal, Mengwi Badung disaksikan ribuan penonton yang memadati area Taman Budaya.

Salah satu garapan unggulan yang disajikan sekaa di bawah asuhan I Wayan Muliyadi, S.Sn., M.Sn,( penata tabuh) dan Penata tari Ida Bagus Yodhie Harischandra, S.Sn, adalah garapan tari kreasi berjudul ‘Jaladhi Sidhi’.

Garapan ‘Jaladhi’ yang mempunyai arti lautan atau samudra, sedangkan ‘Sidhi’ yaitu multifungsi atau serbaguna untuk menunjang semua komponen kehidupan. Penyebutan We, Gangga, Sarayu, Jaladi, tasik semua itu adalah bentangan air yang dalam bahasa Sanskerta disebut dengan var, yang bergerak menjadi varuna.

Berbicara varuna adalah dewa penguasa air laut yang memiliki karakteristik Ardha Nreswari. dalam bentangan aktivitasNYA, yaitu sumber wabah dan sekaligus pelebur wabah.

Konseptual garapan inilah yang penata temukan di Pantai Batu Bolong. Terjadinya pertemuan dua komponen air asin dan tawar menjadi satu di tengah laut, yang menjadi sumber pembersih segala bentuk kekotoran dan menjadi sumber obat dari segala wabah penyakit, serta penyucian roh untuk alam nirwana. Dalam fungsinya itu air disebut dengan Jaladhi Sidhi.

Penata tari Yodhie mengungkapkan karya ini tercipta dari kehidupan pesisir, dalam tata gerak mengacu pada ciri khas dirinya menggunakan pola lantai yang berkesinambungan terhadap gerak.” Secara singkat karya saya berpijak dari salah satu kebiasaan masyarakat Desa Batu Bolong, disana ada prosesi mendak tirta, lantas kita visualisasikan proses mendak tirta pada fungsi air laut, fungsinya sebagai penetralisir,” ungkapnya.

Sementara terkait kostum pihaknya berpijak pada kostum kebaya, ia mempertahankan dasar brokat. “ Kita ketahui saat ibu-ibu pergi ke pura menggunakan kebaya (wanita). Kostum bercorak biru yang menggambarkan tema Segara Kerthi, kostum putih-putih menandakan proses mendak tirta,” bebernya.

Berdurasi 12 menit, pesan dari garapan ini adalah agar masyarakat umum mengetahui Pura Batu Bolong Kerobokan, disana ada pertemuan antara air tawar dan air laut yang memiliki fungsi sebagai pelebur, ibarat air suci sangat sakti.
Sedangkan Wayan Muliyadi selaku konseptor karawitan terkait iringan yang dirancangnya menciptakan suasana khidmat , religius, sedih. “ Nuansa kekinian melalui sentuhan vokal membayangkan suasana di Batu Bolong, bagaimana membayangkan wabah atau penyakit yang terjadi di Batu Bolong, sampai terjadinya batu terbelah, nah inilah goalnya, di sini ada perpaduan air tawar dan air asin. Perpaduan ini yang ingin saya tunjukan nuansa yang dihadirkan antara karawitan instrumen dan vokal dengan porsi vokal tidak ada yang saling mendoninasi,” pungkasnya. *