Karangasem (Lokapalanews.com) – Anggota DPR dan MPR RI Wayan Sudirta, Senin (14/8) mengajak warga Desa Labasari, Kecamatan Abang, Karangasem, untuk mempertahankan nilai-nilai dasar dalam Pancasila dengan apa yang telah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disampaikan dalam upaya mensosialisasikan 4 Konsensus Kebangsaan.
Di hadapan para tokoh, Kelian Banjar, Kelian Dusun, Kelian Dadia dan seluruh warga Labasari, Sudirta mengajak mereka menjabarkan nilai-nilai tersebut dengan aksi-aksi nyata dan mengembangkan konsepnya dalam kehidupan sehari-hari yang terus berkembang dan semakin modern.
Sudirta, yang juga duduk di Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali mengingatkan bahwa sejatinya, tatanan sosial budaya masyarakat Bali yang kaya oleh seni di berbagai bidang, mengandung nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, dan digali oleh Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan, yang notabena memiliki ibu berdarah Bali.
Sosialisasi dihadiri oleh Kepala Desa Labasari, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Kelihan Banjar, Kelihan Dusun, Kelihan Dadia, Ibu-ibu dan Teruna-teruni di lingkungan Desa Labasari. Hadir juga Babinkamtibmas dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Ikut hadir Wayan Ariawan, SH., Ketua KORdEM Provinsi Bali, yang di pemilu 2024 mendatang akan maju ke DPRD Bali dari PDI Perjuangan Dapil Karangasem.
Usai menyampaikan 4 Konsensus Kebangsaan, Wakil Kepala Sekolah Partai PDI Perjuangan di pusat tersebut bersama rombongan lalu berkunjung ke Panitia Ngenteg Linggih di Pura Desa Adat Bebayu, Desa Labasari, guna menyerahkan ‘’dana punia’’ serangkaian acara Ngenteg Linggih tersebut. Punia diterima Ketua Panitia, I Made Sedana dan beberapa prajuru serta Krama Desa yang sedang menyiapkan perlengkapan Upacara. Ariawan pun ikut ‘’maturan dana punia’’ sebagai doa atas Karya Ngenteg Linggih Pura Desa Bebayu tersebut.
Kepala Desa Labasari, I Nyoman Geriya, menyambut baik sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan tersebut, yang mencakup Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. “Dalam kehidupan sehari-hari, warga masyarakat memang masih lekat dengan nilai-nilai sosial kemanusiaan, sebagaimana diajarkan agama Hindu, melalui pelaksanaan keseharian yang secara bersama-sama tercermin dalam kehidupan beragama. Mereka bergotong royong dan bekerja bersama secara sukarela, saat Pujawali (Upacara Ritual Hindu secara rutin) di Pura Keluarga, Pura Desa, Pura seluruh umat Hindu, maupun rangkaian hari suci Hindu seperti Galungan, Kuningan, Nyepi, Purnama, Tilem, dan lain sebagainya, ” ungkapnya.
Sudirta menyatakan rasa leganya, karena secara umum, nilai-nilai dari 4 Konsensus Kebangsaan masih hidup dan dipertahankan oleh masyarakat. Tetapi karena adanya ancaman-ancaman dari kelompok tertentu yang ingin mengganti dasar negara, termasuk 4 konsensus kebangsaan tersebut, para pemimpin di tingkat desa, mesti waspada dan membekali warganya dengan pengetahuan yang memadai tentang adanya ancaman radikalisme tersebut.
“Pada jaman Orde Baru, Pancasila diterapkan dan disalahgunakan oleh rezim untuk membungkus kepemimpinan yang otoritarian, sehingga ketika Orde Baru berakhir, di era Reformasi, Pancasila agak kurang disosialisasikan, karena adanya stigma Orde Baru yang otoriter. Namun, ternyata saat Pancasila kurang ditanamkan kembali nilai-nilainya, ancaman untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara, berkembang di kelompok tertentu yang merupakan kelompok radikal, ” kata Sudirta.