Ragam  

Kemenhub Evaluasi Trans Metro Dewata dan Bahas Pembatasan Angkutan Barang di Bali

Trans Metro Dewata yang beroperasi di Bali dan sedang melayani penumpang.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Pemprov Bali menggelar rapat evaluasi terkait pelaksanaan Trans Metro Dewata yang telah memasuki tahun ketiga pengoperasiannya sejak Oktober 2020.

“Sejak merebaknya pandemi Covid-19, Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata turut terdampak. Di sisi lain, permasalahan lalu lintas di Bali juga menjadi fokus perhatian pemerintah seiring meningkatnya jumlah wisatawan setelah pandemi usai. Di Bali, Ditjen Hubdat telah mengimplementasikan program Buy The Service (BTS) yang dikenal Trans Metro Dewata,” ungkap Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Hendro Sugiatno dalam keterangan resminya dilansir dari InfoPublik, Sabtu (19/8).

Program Buy The Service adalah sistem pembelian layanan angkutan jalan oleh Pemerintah kepada pihak operator angkutan umum untuk mendapatkan layanan angkutan jalan yang baik. Program ini dikemas dengan nama Teman Bus (Transportasi Ekonomis Mudah Aman dan Nyaman) yang diterapkan di 10 kota yakni Palembang, Medan, Bali, Surakarta, Yogyakarta, Makassar, Banyumas, Banjarmasin, Bandung dan Surabaya.

Lebih lanjut, Hendro mengungkapkan, memasuki tahun ketiga pelaksanaan Trans Metro Dewata, pada dua tahun sebelumnya tidak dikenakan tarif atau tidak dipungut biaya, dan mulai Oktober 2022 secara resmi telah diterapkan berbayar Rp4.400. Ia menambahkan, dengan dikeluarkannya PMK No.55 tahun 2023, telah ditetapkan tarif terintegrasi, di mana penumpang pindah bus dalam kurun waktu 90 menit hanya membayar satu kali.

“Idealnya karena sudah berjalan tiga tahun, maka dapat diserahkan ke Pemerintah Daerah untuk dikelola, dengan pertimbangan dapat menambah pendapatan daerah, serta mengurangi subsidi,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Angkutan Jalan, Suharto menyampaikan, secara populasi Bali dan Solo termasuk memiliki armada paling banyak. Dengan rincian di Solo terdapat 116 armada dan Bali terdapat 105 armada. Rata-rata load factor setiap harinya cukup baik walaupun belum memenuhi harapan.

Di sisi lain, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW. Samsi Gunarta mengatakan, setelah melakukan peninjauan maka dapat disimpulkan terdapat beberapa persoalan yang perlu dibenahi bersama.

Adapun persoalan yang dimaksud seperti titik henti yang belum dilengkapi rumah halte, feeder yang belum ada sebagai pengumpan. Selain itu perlu dilakukan penyesuaian kebijakan Pull & Push seperti melakukan pemotongan ranting secara periodik di lintasan koridor, menertibkan kendaraan maupun pedagang dalam area lintasan, melakukan rekayasa lalu lintas untuk mengatur kemacetan di kota Denpasar dan area Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan).

Samsi melanjutkan, kendala lainnya adalah kurangnya informasi terkait pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan yang menutup maupun mengalihkan rute, serta kurangnya tempat pembelian kartu uang elektronik bagi wisatawan asing juga menjadi perhatian khusus.

“Oleh karena itu, berdasarkan arahan Bapak Gubernur Bali perlu dilakukan pembahasan dan perbaikan lebih lanjut dari sisi operasional serta mempersiapkan kelembagaan agar layanan Trans Metro Dewata lebih baik,” tutur Samsi.

Pengaturan Mobil Barang di Ruas Jalan Nasional Gilimanuk – Denpasar

Sementara terkait pengaturan mobil barang, pada kesempatan yang sama, Hendro menegaskan, untuk menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta mengoptimalkan penggunaan dan pergerakan lalu lintas di ruas jalan Gilimanuk – Batas kota Denpasar diperlukan manajemen rekayasa lalu lintas untuk dilakukan pengaturan lalu lintas mobil barang.

Dilihat dari kondisi ruas jalan Denpasar – Gilimanuk saat ini, di antaranya kemacetan berkala sehingga menyebabkan waktu tempuh yang relatif lama, sering terjadi gangguan pada kendaraan angkutan barang (mogok), belum optimalnya pelayanan angkutan umum hingga belum adanya sistem jaringan transportasi terintegrasi di Bali.

“Rencana Pembatasan operasional mobil barang dilakukan terhadap mobil barang dengan JBI lebih dari 8.000 kg, mobil barang dengan tiga sumbu atau lebih, kereta tempelan, dan kereta gandengan, namun rencana itu perlu dilakukan pembahasan lanjutan yang lebih teknis dengan stakeholder terkait” pungkas Hendro.

Dirinya pun mengimbau kepada pemerintah daerah sesuai kewenangannya dapat menyediakan fasilitas kantong parkir jika kebijakan pengaturan pembatasan lalu lintas mobil barang ini diterapkan. *