Denpasar (Lokapalanews.com) – International Kawi Culture Festival dibuka di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) Denpasar, Kamis (24/8). Festival berlangsung empat hari sampai Minggu (27/8) mendatang. Pembukaan festival yang membincangkan kebudayaan Kawi dalam arti yang luas ini dihadiri puluhan penggiat kebudayaan Kawi, yakni kebudayaan khas Nusantara yang telah hidup sejak milenium pertama masehi.
Pembukaan festival juga dihadiri Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana, yang menegaskan pentingnya posisi kebudayaan Kawi bagi bangsa dan negara Indonesia.
Ketua Panitia Kawi Society, Dr. Aditia Gunawan mengatakan, budaya Kawi merujuk pada bentuk khas budaya yang muncul di kepulauan Nusantara pada akhir milenium pertama Masehi. Ia mengaku istilah ini memang baru, sehingga pihaknya mencoba memahami budaya Kawi dalam konteks yang menyeluruh, tidak terbatas pada linguistik, etnik atau batas negara.
“Kami juga percaya bahwa budaya Kawi dapat lebih termaknai melalui kolaborasi lintas disiplin dan praktik, seperti filologi, paleografi, arkeologi, epigrafi, sejarah, sejarah seni, sastra, linguistik, kajian agama, kajian artefak, konservasi, digital humanities, pertunjukkan, dan banyak lagi bidang lainnya,” katanya.
Oleh karena itulah, ia berupaya untuk melepas sekat-sekat disiplin ilmu, memperluas jangkauan, yang terbentang dari Jawa, Bali hingga India, demi mencapai puncak-puncak pengetahuan tentang budaya Kawi.
“Para peserta yang hadir baik luring maupun daring juga memperlihatkan hal tersebut, ini adalah bukti bahwa budaya Kawi ini mendekatkan yang jauh, melekatkan yang terlepas,” katanya.
Selanjutnya, Dekan FIB Unud, Prof. Dr. Made Sri Satyawati melanjutkan, sebagai komitmen tersebut kini FIB Unud memiliki Program Studi Sastra Jawa Kuna yang berperan dalam upaya melestarikan budaya Kawi. “Fokus penelitian bidang Kawi atau Jawa Kuno menjadi fokus penelitian pihaknya yang didukung akademisi-akademisi di fakultas, serta mahasiswa,” katanya.
Hanya saja, pihaknya mengaku bahwa perlu upaya yang lebih keras untuk mensosialisasikan Prodi Sastra Jawa Kuna kepada masyarakat. Sebab, selama ini prodi tersebut merupakan prodi dengan peminat yang paling sedikit di Unud. “Kami perlu dukungan dari berbagai pihak, sehingga dapat meningkatkan minat untuk mempelajari sastra Jawa Kuno,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Herry Yogaswara mengatakan, kehadiran Kawi Society sangat penting dalam pengembangan budaya Kawi ke depan. Pihaknya menilai komunitas tersebut merepresentasikan spiriti kegiatan yang hadir dan hidup bersama di masyarakat.
Ia mengatakan bahwa BRIN merasa harus selalu bersama dengan komunitas sekaligus mempererat kolaborasi riset dan implementasinya. “Kami mengapreasiasi dan menyambut baik kegiatan ini, sebab dengan dibungkus kata culture dan festival maka kegiatan ini menjadi lebih inklusif dan sesuai temanya dapat mempersempit sekat antar bidang untuk melakukan pengkajian terhadap budaya Kawi,” katanya.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud yang juga Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana menyatakan hal serupa. Ia menilai sastra Kawi sangat penting dalam tata negara dan berbagai lanskap kehidupan masyarakat, Puri Kauhan Ubud menjadikan sastra kawi sebagai “padipaning manah” atau cahaya pikiran untuk selalu menerangi nalar dan nurani. Puri Kauhan Ubud mewarisi naskah lontar sebagai produk budaya kawi yang berjumlah lebih dari 50 manuskrip.
“Kami sangat menyadari bahwa naskah-naskah lontar sebagai media dokumentasi budaya kawi itu harus dialirkan menembus berbagai lapisan telaga zaman. Oleh sebab itu, kami melakukan usaha untuk mendigitalisasi, katalogisasi, konservasi, apresiasi, dan aksi untuk bisa membumikan warisan sastra kawi itu hingga di ceruk-ceruk hati generasi saat ini. Pada tahun 2021 ketika kita semua ditimpa pandemi Covid-19, kami mengadakan ajang Sastra Saraswati Sewana dengan tajuk Pamarisuddha Gering Agung. Dari lomba menulis kakawin yang kami adakan dihasilkan 19 karya sastra baru yang bertema pandemi Covid-19. Karya-karya sastra kakawin ini kami harapkan bisa menjadi korpus sastra kawi yang kelak dipelajari, ditembangkan, dan diteliti oleh masyarakat Bali, Indonesia, dan dunia,” katanya. *