Singaraja (Lokapalanews.com) – Minimnya dialog mahasiswa terkait isu-isu toleransi dan moderasi menjadi potensi memunculkan ruang intoleransi di kalangan intelektual kampus. Selama ini isu sentral dialog hanya memfokuskan kalangan antar-tokoh lintas agama. Sementara mahasiswa hanya menjadi objek. Untuk itu program Rumah Moderasi Mahasiswa (RMM) diharapkan menjadi oase bagi mahasiswa membangun ekosistem toleransi dan memposisikannya sebagai aktor moderasi.
“Program Rumah Moderasi Mahasiswa ingin mendorong mahasiswa sebagai subjek moderasi. Mahasiswa terlibat langsung berdialog dan menawarkan gagasan-gagasan toleransi yang aktual,” kata Program Manager Rumah Moderasi Mahasiswa I Komang Agus Widiantara di sela kegiatan Dialog Mahasiswa dengan Tokoh Lintas Agama, Selasa (22/8) di Singaraja. Acara tersebut digelar oleh Acarya Media Nusantara (AMN) dan Indika Foundation.
Lebih jauh kata akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja tersebut, program yang dirancang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas dan jejaring mahasiswa lintas agama di Kabupaten Buleleng, sehingga diharapkan membentuk dan membangun cara pandang beragama secara moderat dan toleran bagi mahasiswa.
Ia mengatakan, selama ini, kondisi dan potensi intoleransi terjadi di Kota Singajara khususnya bagi mahasiswa pendatang (non Hindu) dan mahasiswa lokal (Hindu). Dengan program yang dirancang, diharapkan menguatkan pemahaman hidup berdampingan, merajut nilai toleransi dan moderasi beragama sesuai dengan kehidupan multikultur di Kabupaten Buleleng.
Secara terpisah, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Buleleng Komang Kappa Tri Aryandono memberikan dukungan terkait program yang dirancang oleh Acarya Media Nusantara dan Indika Foundation. Terlebih kegiatan yang digelar melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Buleleng sebagai narasumber.
Komang Kappa Tri Aryandono menekankan moderasi beragama merupakan cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, di mana tolok ukur moderasi beragama yang pertama adalah kemanusiaan. Sehingga, jika ada paham yang mengatasnamakan agama, namun merendahkan harkat, derajat dan martabat kemanusian bahkan menghilangkan sesama manusia, maka tindakan tersebut sudah berlebihan atau ekstrem.
“Melalui kegiatan ini, kami mengajak para mahasiswa untuk bersatu dan bekerja sama untuk memelihara moderasi beragama. Sehingga, ancaman terhadap Bangsa Indonesia terkait paham ekstrem dapat dihindari,” ajak Kappa
Menurut Kappa, isu ektremisme, radikalisme, ujaran kebencian, hingga retaknya hubungan antar umat beragama menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia di tengah kemajemukannya.
“Moderasi beragama yang berorientasi pada kemuliaan manusia, sangat tepat untuk bangsa Indonesia yang majemuk. Maka, kaum moderat dan pemimpin lintas agama harus lebih aktif mengisi ruang-ruang spiritualitas umat,” katanya.
Kegiatan Rumah Moderasi Mahasiswa digelar secara berseri dengan berbagai kegiatan dan menggandeng berbagai pihak. Di antaranya Pemkab Buleleng, STAHN Mpu Kuturan Singaraja, organisasi kemahasiswaan lintas agama dan Lembaga terkait. Acara perdana yang digelar yakni dialog mahasiswa dengan tokoh agama yang berlangsung di Kampus STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Pada kesempatan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh lintas agama seperti Dr. Drs. I Gde Made Metera, M.Si (Hindu), H. Muhammad Maksum Amin (Islam), Pendeta I Putu Yosia Yogiartha (Kristen), Wiharta Harijana (Buddha), Romo Abel (Katolik), dan Nyoman Darsana (Konghucu).
Acara kegiatan diikuti oleh mahasiswa lintas agama di Kabupaten Singaraja. Acara tersebut secara perdana digelar dan berseri. Adapun rangkaian Rumah Moderasi Mahasiswa yang digelar di antaranya Webinar Literasi Publik Toleransi beragama, kunjungan tempat ibadah, sharing session antar mahasiswa lintas agama, workshop video kampanye toleransi beragama dan deklarasi rumah moderasi mahasiswa. Acara berlangsung dari Agustus hingga November 2023. *