Karangasem (Lokapalanews.com) – Anggota MPR RI dari Bali, Wayan Sudirta, yang duduk di Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, terus menyampaikan ajakan ke masyarakat, mempertahankan toleransi dalam kebhinnekaan. Hal itu tak hanya didengungkan saat menyampaikan 4 konsensus kebangsaan, tetapi juga saat ia turun bertemu konstituen di pedesaan, saat reses sepanjang Mei 2024.
Sosialisasi 4 pilar dilakukan, Kamis (9/5) di Denpasar, dan disampaikan juga kepada prajuru desa saat turun ke masyarakat dalam rangka reses, di antaranya kunjungan di Desa Seraya Timur, Karangasem, Banjar Malet Kecamatan Tampaksiring Gianyar, dan acara-acara lainnya tiap kali Sudirta turun ke masyarakat.
Suasana kebatinan masyarakat dan sebagian anak bangsa, dirasakan memang ada gangguan terhadap harmoni dalam kebangsaan, khususnya pasca-pemilihan umum tanggal 14 Februari 2024. Namun, bagaimanapun juga, Pemilu sudah berlalu, semua proses dan mekanisme hukum juga telah berlangsung. Walaupun sebagian masyarakat merasa kecewa, semuanya mesti menjaga kebhinnekaan dalam kehidupan berbangsa.
Sudirta mengajak masyarakat Bali, semua aspirasi dan ekspresi politik, mesti disalurkan dalam koridor hukum dan konstitusi. Setelah pemilihan umum 14 Februari 2024 lalu, Sudirta didampingi relawan, tetap turun ke masyarakat menunaikan tugasnya sebagai wakil rakyat di DPR RI sampai Oktober 2024. Nantinya dilanjutkan dengan periode berikutnya, 2024-2029, setelah terpilih lagi sebagai anggota DPR RI Dapil Bali dalam perhelatan pemilu 2024 ini. Kegiatan sosialisasi 4 konsensus kebangsaan dilangsungkan di Denpasar pada 9 Mei 2024, dihadiri oleh perwakilan dari mahasiswa, organisasi pemuda, tokoh agama dan kalangan akademisi.
Sudirta sering menerima aspirasi masyarakat Bali yang prihatin terhadap adanya gejala kekerasan kelompok yang menyerang kegiatan ibadah pemeluk agama yang dicap sebagai minoritas, seperti pembubaran paksa, bahkan ada yang disertai kekerasan. Masyarakat mendesak penegak hukum bersikap tegas, disertai oleh sikap tegas dari eksekutif termasuk anggota DPR RI di parlemen, agar tidak membiarkan perilaku kekerasan dan intoleransi agama itu berkembang tanpa tindakan hukum yang setimpal.
Masyarakat Bali sendiri, acap dipakai contoh sebagai masyarakat yang memiliki toleransi tinggi dalam kehidupan beragama maupun sosial budaya. Secara intrinsik, dalam agama dan budaya yang dianut masyarakat Bali, tertanam nilai-nilai toleransi, dimana berbagai budaya mengalami akulturasi dan adaptasi secara harmonis. Namun, kalau bibit-bibit intoleransi masuk ke Bali dan mengganggu harmoni yang sudah dirawat dan berkembang selama ratusan tahun di Bali ini, kedamaian dan kenyamanan Bali pun ke depannya bisa terganggu.
Sudirta tak bosan-bosan mengingatkan masyarakat, untuk tetap menjaga bingkai toleransi dan harmoni, walaupun ada gangguan dan disharmoni dari pihak tertentu. Sebab, kehidupan harmonis dan damai, tidak pernah terujud bila intoleransi dibalas intoleransi. Intoleransi tetap mesti dibalas dengan toleransi, tetapi penegakan hukum terhadap pelaku intoleran, bagaimanapun memang harus dilakukan dengan tegas. Penegakan hukum bukanlah pembalatan, dan juga bukan merupakan balasan terhadap perilaku intoleran dari pihak tertentu yang berlaku intoleran tersebut. *102