Mural di Indonesia, Karya Seni dengan Pesan Moral

Seni mural di Indonesia semakin berkembang dan kerap digunakan sebagai bentuk kritik terhadap keadaan sosial.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Percaya atau tidak, sampai sekarang seni mural masih kerap dianggap vandalisme. Alasannya karena seni mural dianggap merugikan dan merusak fasilitas umum dengan coretan-coretan yang kerap dianggap “tidak jelas”. Padahal kenyataannya, seni mural termasuk salah satu bagian dari ekonomi kreatif Indonesia, yakni subsektor seni rupa.

Kata mural sendiri sebenarnya berasal dari kata “murus”, yang dalam bahasa latin diartikan sebagai dinding. Itu mengapa, seni mural dikenal sebagai kegiatan melukis di permukaan datar berukuran besar. Meski begitu, Sobat Parekraf perlu tahu bahwa mural dan grafiti adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan yang paling mencolok pada pewarnaannya. Graffiti menggunakan cat semprot, sedangkan mural kerap menggunakan kuas cat untuk menggambar. Biasanya, kita bisa menemukan seni mural di tembok jalanan maupun bidang luas lainnya.

Siapa sangka, ternyata sejarah seni mural bukanlah hal baru. Konon, seni mural sudah ada sejak 30.000 Sebelum Masehi (SM). Kala itu, lukisan yang disebut sebagai “mural pertama” di dunia ditemukan di sebuah dinding gua di Chauvet, Perancis. Berawal dari situ, terus bermunculan berbagai lukisan lainya, seperti lukisan pada makam Mesir (3150 SM), di Pompeii (100 SM), hingga di Milan sekitar 1.700-1.600 SM.

Perkembangan Seni Mural di Indonesia
Sementara itu, sejarah seni mural di Indonesia sendiri sudah ada sejak zaman mesolitikum (10.000-5.000 SM). Kemunculan seni mural tersebut didapatkan pada gambar-gambar pada dinding gua, yang kemudian berkembang saat memasuki masa revolusi pada 1945-1949.

Kemunculan seni mural kala itu kerap digunakan sebagai bentuk protes. Hal ini bisa dilihat dari munculnya mural-mural yang berisikan tulisan penuh semangat dan amarah, seperti “Merdeka Ataoe Mati” yang menunjukkan bentuk protes kedatangan kembali penjajah kala itu. Bahkan, penggunaan seni mural pun juga tidak bisa dipisahkan dari runtuhnya Orde Baru.

Sejak saat itu, seni mural di Indonesia semakin berkembang dan kerap digunakan sebagai bentuk kritik terhadap keadaan sosial. Bahkan, semakin banyak individu maupun kelompok yang mulai menciptakan sebuah karya seni mural sebagai bentuk kritik. Seperti di antaranya adalah Lembaga Kebudayaan Kerakyatan Taring Padi dan Apotik Komik yang menyelenggarakan pameran seni rupa publik bertajuk “Sakit Berlanjut” di Yogyakarta pada 1999.

Siapa sangka, awal kemunculan seni mural sebagai media dan bentuk kritik tersebut melahirkan individu atau seniman-seniman mural lainnya. Bahkan, saat ini seni mural terus berkembang melahirkan karya-karya terbaik di berbagai dinding, baik dinding di dalam negeri hingga dinding-dinding bangunan di luar negeri. Tak hanya untuk menyampaikan kritik, seni mural kerap diciptakan untuk menyuarakan ide, menambah estetika pada ruangan, hingga sebagai media beriklan.

Banyaknya seni-seni mural di berbagai dinding jalanan, tentunya tidak bisa dipisahkan dari kehadiran seniman-seniman mural lokal di Indonesia. Tidak main-main, justru banyak karya seniman mural Indonesia yang terkenal dengan memiliki banyak karya-karya unik dan mendunia.

Sebut saja salah satu seniman mural Indonesia yang sukses di subsektor seni rupa adalah Darbotz. Seniman mural yang baru saja menggelar pameran tunggal di Srisanti Gallery, Yogyakarta ini terkenal dengan karya-karyanya yang didominasi warna monokromatik hitam-putih. Berkat karya-karyanya yang unik dan berkarakter, Darbotz kerap diundang untuk mengikuti eksibisi di berbagai negara, seperti: Singapura, Hong Kong, Malaysia, Prancis, Jepang, Filipina, hingga Australia.

Selanjutnya, ada seniman bernama Prayudi Herlambang. Seniman mural yang akrab disapa Herzven ini sudah menciptakan berbagai macam karya yang sudah dikenal mendunia. Bahkan, dirinya pun pernah menjadi perwakilan Indonesia dalam acara World Wide Walls di Distrik Mina, Doha pada 26 November hingga 2 Desember 2023 kemarin.

Tak hanya pria, seniman mural Indonesia juga ada yang perempuan. Adalah Hana Madness, seniman mural Indonesia yang turut dikenal sebagai seniman disabilitas mental dan juga seorang aktivis. Berbeda dengan mural lainnya, ciri khas karya Hana Madness ada pada lukisan doodle yang unik. Berkat keunikannya, seniman mural perempuan satu ini pun sudah mencetak berbagai prestasi, salah satunya masuk dalam daftar “11 Inspiring Figures” versi Tatler Sia pada 2020. *321