Fadli Zon Soroti Standar Ganda Demokrasi dalam Pencapaian SDG 16 di Forum Parlemen PBB

Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon saat diskusi panel SDG 16 dalam IPU UN Parliamentary Forum at the High-Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development, di Markas Besar PBB, New York. Foto: Humas BKSAP DPR RI.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon mempertanyakan standar ganda dalam demokrasi, khususnya dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat.

Hal tersebut diungkapkannya saat diskusi panel SDG 16 dalam IPU UN Parliamentary Forum at the High-Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development di Markas Besar PBB, New York.

“Jika kita bicara mengenai upaya penguatan parlemen untuk mewujudkan SDG 16, itu berarti kita berinvestasi pada demokrasi. Bagaimana kita berbicara demokrasi, bila di depan mata ada standar ganda soal demokrasi dan pelanggaran HAM, termasuk pengabaian terang-terangan negara-negara demokrasi terhadap genosida di depan mata?” ungkap Fadli dalam keterangan tertulisnya dikutip Parlementaria, Rabu (17/7).

Hal itu ia utarakan kepada panelis yang merupakan perwakilan UNDP, Senat Chile, dan International Budget Partnership, di sesi pertama terkait SDG 16 “Investing in Parliament as Key Institutions of Governance”.

Fadli Zon menyoroti bahwa situasi konflik seperti yang terjadi di Gaza memperburuk pencapaian SDG 16, terutama ketika aturan internasional tidak lagi dihormati. Peristiwa tersebut dapat menyebabkan protes yang luas dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. “Jika tak diakomodasi, kepercayaan masyarakat akan lebih tergerus, merusak kepercayaan yang sudah rapuh,” tambahnya.

Menurutnya, parlemen yang kuat dan inklusif diperlukan untuk memperkuat demokrasi. Ini dapat dicapai melalui upaya penguatan aspirasi publik melalui partisipasi publik yang bermakna, di mana pendapat dan keluhan masyarakat perlu didengar, dipertimbangkan, dan ditanggapi. “Parlemen yang transparan dan terbuka perlu didukung dengan legislasi dasar seperti UU tentang Partisipasi Publik dan UU Keterbukaan Informasi,” tegasnya.

Fadli juga menjelaskan bahwa DPR RI telah menginisiasi gerakan Open Parlemen sejak 2018, yang mendorong perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan memastikan partisipasi publik terakomodasi di setiap tahapan pembuatan UU. “Tidak hanya itu, pembahasan RUU Perampasan Aset dapat secara substantif memberikan landasan hukum untuk target SDG 16.4 terkait pemulihan dan pengembalian aset yang dicuri,” tambah Ketua Delegasi BKSAP DPR RI ini.

Selain itu, Delegasi BKSAP juga melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Majelis Umum PBB, H.E. Dennis Francis, dan bertemu dengan pemangku kepentingan lain seperti UN Water hingga International Institute on Sustainable Development (IISD).

Dengan berbagai upaya ini, diharapkan demokrasi yang kuat dan inklusif dapat terwujud, mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan serta memperkuat perdamaian dan keadilan di berbagai negara. *101