Denpasar (Lokapalanews.com) – Banyak nilai dan muatan budaya yang bisa diadopsi dari penyelengaraan Yang Fest II di Peguyangan Festival yang berlangsung 3-4 Agustus 2024, yakni adanya lomba lamak.
Menurut Ketua Panitia I Wayan Bayu Julian Raditya Wedantara Putra, lomba lamak yang berlangsung di hari kedua adalah bertujuan memperkenalkan lamak kepada generasi muda sebagai salah satu perlengkapan atau uparengga upakara di Bali yang termasuk dalam golongan cenigan. Lomba lamak sejatinya diikuti sekaa teruna, namun berkembang dengan turut berpartisipasinya PKK banjar se-Kelurahan Peguyangan di dalamnya. “Tahun ini, kami berusaha menampilkan sesuatu yang berbeda yang muatannya adalah regenerasi dan pelestarian budaya. Lomba lamak menjadi sebuah tantangan unik di era saat ini,” katanya.
Lomba lamak dinilai oleh I Gde Adi Putra Dwipayana dan Ida Bagus Made Putra dari tim Kementerian Agama Kota Denpasar. Menurut salah satu dewan juri I Gde Adiputra Dwipayana, banyak manfaat yang diperoleh dari lomba lamak seperti menjaga warisan budaya Bali khususnya agama Hindu. Di dalam pelaksanaan setiap upacara keagamaan khususnya di Bali tidak bisa dilepaskan dari sarana dan prasarana upacara. Sarana upacara inilah yang kita sebut upakara atau bebantenan. Satu ornamen bebantenan yang melengkapi upacara pelengkap upacara atau ritual itu adalah lamak.
Adiputra Dwipayana menjelaskan, di dalam pembuatan lamak terkandung makna satyam siwam sundaram. Satyam yang dimaksud adalah pembuatan lamak adanya unsur tatwa atau unsur agamanya masuk di dalamnya. Ada sundaram, yakni keindahan lamak. Melihat keindahan dari reringitan atau cara menuasnya yang tertuang di dalamnya adalah unsur-unsur kebenaran. Sekali lagi inilah bagian dari upacara.
“Pelaksanaan lomba ini suatu bentuk regenerasi dan usaha mempertahankan bahwa kita di Bali memiliki budaya. Melalui lomba ini kita jadikan suatu pembelajaran agar kita tahu mengenal dan mendalami dan memahami sehingga warisan itu terjaga,” ungkap Gde Adiputra Dwipayana.
Ia menambahkan, dengan adanya perlombaan adalah sebagai bentuk pembelajaran. Ketika kita sudah mau belajar tentu apa yang kita wariskan akan berkelanjutan. Perlu disadari bahwa warisan lamak jangan sampai terputus hanya karena efisiensi dan budaya praktis yang dilakukan olah krama Hindu. “Khususnya yowana ngiring sareng-sareng menjaga dan ikut melestarikan budaya yang di dalamnya ada nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari hari,” kata Adiputra Dwipayana.
Sementara Lurah Peguyangan, Gde Sudi Arcana menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada sekaa teruna teruni yang ikut dalam lomba lamak ini. “Inilah yang saya cari, bibit unggul dalam pengembangan budaya Bali. Anak-anak muda harus bangkit dan berkarya dan mampu menjadi kekuatan dalam pelestarian budaya. Seperti lomba lamak kali ini, mereka tak takut dengan serati atau PKK yang menjadi peserta, akhinya mereka bisa menuntaskan pengerjaan sebuah lamak,” katanya. *par