Jangan Ada Kompromi dengan Mafia Tanah

Anggota Komisi II DPR RI Riyanta.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Anggota Komisi II DPR RI Riyanta menyatakan pemerintah harus serius dalam menangani permasalahan mafia tanah yang dinilainya sangat meresahkan masyarakat. Ia pun dengan tegas meminta pemerintah tidak melakukan kompromi-kompromi dengan mafia tanah dan melawan mereka dengan kekuatan konstitusional.

”Tentu ini menjadi konsen kita bersama, itu (mafia tanah) harus kita lawan dan prinsipnya negara harus hadir. Kemudian kita sebagai negara, kita sebagai bangsa, jangan pernah berkompromi dengan penjahat, jangan pernah berkompromi dengan kejahatan apapun termasuk mafia tanah. Ada backing-backing itu harus dilawan dengan kekuatan sosial yang konstitusional,” katanya, dilansir InfoPublik, Jumat (16/8).

Legislator Dapil Jawa Tengah III ini menilai, maraknya mafia tanah di berbagai daerah tak dipungkiri juga dikarenakan lemahnya regulasi yang negara miliki terkait pertanahan.

”Banyak regulasi yang belum bagus, contoh aturan-aturan peninggalan zaman Belanda pun masih ada yang dipakai. Kemudian juga munculnya aturan-aturan yang tumpang tindih di internal BPN sendiri maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan kementerian lain,” katanya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini memberi contoh terkait permasalahan tanah yang terjadi di D.I. Yogyakarta, yang mana dalam kasus ini terjadi multi tafsir yang berkaitan dengan tanah negara dan tanah kesultanan.

”Kemudian yang berkaitan dengan persoalan-persoalan HGB yang dimiliki oleh warga Yogyakarta, yang saat ini habis masa lakunya kemudian ketika akan melakukan perpanjangan pihak BPN di Yogyakarta tidak mau melakukan perpanjangan dengan alasan itu ada kaitannya dengan tanah kesultanan. Padahal setelah kita lakukan pengecekan di lapangan, itu bukan tanah sultan, sehingga (seharusnya) tidak ada alasan pihak BPN untuk tidak memperpanjang,” katanya.

Untuk itu, Riyanta meminta semua stakeholder yang terlibat dalam pembentukan dan pelaksanaan regulasi terkait pertanahan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi, sehingga bisa menyelesaikan masalah-masalah serupa.

”Kita harus bersama-sama mendorong bagaimana harmonisasi dan sinkronisasi produk hukum nasional ini benar-benar menjadi satu keputusan politik, kalau diperlukan lakukan dengan revolusi hukum,” katanya. *339