Jakarta (Lokapalanews.com) – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mengusulkan agar dalam revisi Undang-Undang (UU) Koperasi mendatang perlu dicantumkan agar penanganan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus menjadi koreografer dalam perencanaan kemajuan UMKM, seperti contoh halnya “Bappenas” sebagai pusat rencana pembangunan nasional. Mengingat, selama ini penanganan UMKM tersebar di 22 Kementerian dan Lembaga.
Demikian disampaikan Hekal saat memimpin Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan membahas realisasi APBN 2024 dan RKA K/L 2025, yang digelar di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9).
“Nah mungkin Kementerian Koperasi itu harus menjadi semacam ‘Bappenas’-nya gitu kan supaya bisa menjangkau dan mengetahui mana-mana UMKM yang sudah tersentuh oleh program dari mana-mana lembaga. Dan itu harus ada ada koreografernya yang itu yang kita harapkan adalah Kemenkop supaya ada satu yang bertanggung jawablah,” ujar Hekal, dilansir Parlementaria.
“Kalau enggak ini program-program berjalan sendiri-sendiri masing-masing ada yang overlap dan seterusnya. Mungkin akhirnya enggak optimal gitu kan . Nah mungkin itu pemikiran yang tadinya juga kita sebetulnya mau sampaikan kalau UU itu sampai ke Komisi 6,” sambung politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, Menkop UKM Teten Masduki menyampaikan bahwa Presiden Jokowi meminta agar penyelesaian revisi UU tentang perubahan ketiga atas UU No.25/1992 tentang Perkoperasian diprioritaskan. Diungkapkan Teten, instruksi tersebut disampaikan Presiden Jokowi melalui Menkumham Supratman Andi Agtas.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Amin AK menilai pernyataan yang disampaikan oleh Teten setidaknya menjadi pelecut bagi untuk segera merampungkan revisi UU Koperasi. Pasalnya, aturan yang saat ini masih berlaku sudah berjalan selama kurang lebih 32 tahun dan tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Politisi Fraksi PKS tersebut lantas mendorong agar revisi UU Perkoperasian dapat diselesaikan pada awal 2025, mengingat banyaknya praktik-praktik yang tidak dapat diakomodir dan diselesaikan dengan aturan yang lama. *201