Daerah  

Dewa Aji Mangku Dalem: Sekali “Mecemplung” jangan Berkelit kalau tidak Ingin Kena Sanksi Niskala

Dewa Aji Mangku Dalem bersama dengan istrinya.

Dewa Aji Mangku Dalem adalah jan banggul, pemongmong atau pemangku dari Pura Dalem Desa Adat Tegalasah Kelod, Tembuku Bangli. Pria bertubuh subur dan berkaca mata ini saat ditemui di jeroan sedang bercengkerama dengan keluarga kecil ditemani kerabat yang sedang bertandang di Hari Raya Kuningan.

Sejak pagi, di Hari Raya Kuningan, Dewa Aji sudah berada di Pura Dalem melakukan puja dan ngaturang bakti di Pura Dalem Tegalasah Kelod Tembuku Bangli. Di sore hari hingga malam hari, Dewa Aji bersama prajuru desa adat dan pemangku serta krama desa ngayah dan ngiring Ida Ratu Sesuhunan Jagat Tegal Asah Kelod Napak Pertiwi.
Tak tampak raut lelah sedikitpun, beliau sangat sumringah menyapa tim Lokalapanews.com bertandang ke jeroan, sembari meminta ijin untuk mengambil pesanan urutan babi.

“Ini hasil sampingan, menjual urutan ayam, urutan babi dan menu lainnya, ya astungkara dengan memanfaatkan medsos sekarang urutan babi dan ayam sudah mulai dapat pesanan,” ungkap Dewa Aji sambil tertawa ringan.

Malam tampak bergerak , suasana dingin Desa Tegalasah tidak membuat beliau segan bercerita.

Adalah I Dewa Made Yusta Brahastana, seorang mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi yang ketika itu mendengar ada proses nyanjan di Pura Dalem Desa Tegalasah Kelod. Penasaran, akan prosesi tersebut membuat Dewa Made hendak pulang kampung, terlebih seluruh anggota keluarga sudah pulang ke kampung halaman, Desa Tegalasah Kelod Tembuku, Bangli untuk menyaksikan pemilihan seorang Mangku melalui upacara sakral yakni nyanjan.

Rasa penasaran tersebut, harus tertunda karena Dewa Made diminta mengantarkan ibunda menengok kerabat sedang mengalami sakit. Di tengah persiapan tersebut, Ibunda Dewa Made secara tiba-tiba menunda untuk menengok kerabat dan menggantinya di hari lain. Alhasil, rasa penasaran Dewa Made pun terjawab, kesempatan untuk menyaksikan prosesi nyanjan bisa dilakukan.

“Pada waktu tiang mau pulang, tiang sudah kemas-kemas pakaian, kain dan udeng batik, akhirnya sudah siap mau pulang, tiba-tiba tiang bongkar baju yang tadi dengan ganti baju, kain dan udeng serba putih,” ungkap Dewa Aji Mangku.

Memasuki Pura Dalem sempat di peringatkan oleh pecalang, agar segera ke Jeroan Pura karena proses nyanjan akan segera dimulai dan mendapatkan tempat duduk di pelinggih dasar, pelinggih Hyang Ibu Pertiwi.
Tak ada rasa apapun yang dirasakan Dewa Made ketika Tapakan Nyanjan Ketedunan. Ida Betara Ring Dalem metetangisan karena belum menemukan di mana posisi jan banggul atau pemongmong-nya atau calon pemangku yang dikehendaki.

“Akhirnya Ida Ratu Sesuhunan Ice ( tertawa) sambil berkata “Jani pun kesaksian kejumput nira (sekarang saksikanlah akan Ida jemput pemongmong), tiang yang kala itu berada di barisan keempat tak juga merasakan apa apa, terlebih ketika tiang dihitari tiga kali oleh balian nyanjan, akhirnya ketika pundak tiang ditusuk sama dupa itulah tiang tidak sadarkan diri, yang terasa hanya tidur biasa saja,” ungkap ayah dari Dewa Gde Aksa Praba Brahastana ini.

Setelah disadarkan, Dewa Made melihat ada tetesan air di muka dan melihat kerabat menangis. “Jeg blank otak tiang sampai tiang tidak ingat proses apa yang terjadi. Akhirnya tiang ditarik oleh Jro Bendesa, dan diumumkan sepakat dan nyumkemin bahwa tiang dados mangku ring Pura Dalem” ujarnya datar.

Mendengar kabar, bahwa Dewa Made kejumput menjadi seorang pemangku, Ibunda Dewa Made yang kala itu berada di Denpasar tidak sadarkan diri , belum bisa menerima Dewa Made menjadi seorang pemangku. Hal ini disebabkan, kakak Dewa Made, juga melaksanakan swadarma melanjutkan warisan Leluhur sebagai penyembuh atau Jro Balian.

Sempat tidak menerima sebagai seorang pemangku karena masih lajang dan pergaulan yang akan dibatasi membuat Dewa Made menumpahkan kekesalannya dengan memilih kabur ke Denpasar di saat keluarga besar sedang melakukan pembahasan persiapan acarara selanjutnya setelah pemilihan terjadi.

Sakit di setiap sendi bahkan kaki lemas, membuat Dewa Made akhirnya sadar, bahwa peristiwa ini sempat dialami sang kakak yang sempat menolak menjalankan ajaran leluhur.

Maka Dewa Made pun pulang ke kampung dan melaksanakan upacara laku agem atau bersedia menjalankan swadharma sebagai pemongmong atau pemangku di Pura Dalem, akhirnya keajaiban terjadi. Sebelum usai Sang Mangku Prajapati menghaturkan puja dan bakti, seluruh sakit sendi yang dialami Dewa Made hilang. Dewa Made akhirnya sadar, ia telah dipilih untuk menjalankan tugas sebagai pemangku, pemongmong atau jan banggul di Pura Dalem Desa Adat Tegalasah Tembuku Bangli.

Selama sepuluh tahun menjadi jan banggul, hal yang tak dapat dilupakan suami dari Dewa Ayu Dewi Larasati, adalah ketika pertama kali diminta untuk nganteb banten. Setelah mewinten, atas ijin Jro Bendesa, diberikanlah waktu Dewa Aji Mangku untuk mempersiapkan diri belajar mengenai kepemangkuan selama satu tahun. Sebuah buku sebagai tuntunan yang ditulis leluhur diberikan paman Dewa aji yang kini telah menjadi mertua sekaligus pemangku di Pedharman di Pura Dalem Bakas dan Pemangku di Merajan Ageng.

Ujian datang di bulan ketiga, ketika semeton Banjar Penida Kaja yang sedang melakukan prosesi Ngeroras, akan melakukan upacara Ngangget Don Bingin. Di sinilah keteguhan Dewa Aji Mangku, diasah. “Jangankan nganteb, jangankan mantra, jangankan puja prosesinya saja tiang tidak pernah melihat, karena tiang hidup di Denpasar,” ungkap Dewa Aji Mangku.

Melihat banten yang sebegitu banyaknya, kembali mental Dewa Aji diuji. “Mental tiang down, kaget luar biasa, karena yang tiang tahu canang, pejati itu saja. Akhirnya tiang tangkil ke Gedong Penyimpenan di Pura Dalem, matur tiang dengan Bahasa memojol bahasa sehari-hari, Ratu Betara yening jakti tiang, angen Ratu Pemongmong, ngangen Ratu Jan Banggul, tuntun tiang. Sedikit demi akhirnya timbul rasa percaya diri tiang, dan kembali ke jaba tengah untuk melaksanakan prosesi Nganget Don Bingin,” ujar Dewa Aji Mangku sambil mengingat masa itu.

Dengan percaya diri, dan disertai tuntutan Ida Pedanda, Dewa Aji Mangku merasa tertidur, setelah sadar terlihat Banten telah sudah dikemas. Dewa Aji Mangku sudah menggunakan kain kasa di badan. Ketidakpercayaan Dewa Aji kembali ditanyakan di hadapan Gedong Penyimpenan.

“Usai melakukan upacara ngangget don bingin dan mepamit dari Pura Dalem, di situlah tiang diperlihatkan, di mana di taru bingin tempat prosesi tadi, memang di pohon bingin itu atma sane panggihin tiang, ya mungkin Ida Betara ingin menunjukkan agar tiang lebih percaya diri,” ungkapnya.

Dewa Aji Mangku Dalem saat ini telah menetap di kampung halamannya Desa Tegalasah Tembuku Bangli bersama keluarga kecilnya. Menikmati hari sebagai Jan Banggul di Pura Dalem Tegalasah Kelod, mengabdi sekala lan Niskala tidak melupakan hobi touring dan berdonasi yang tergabung dalam Brother Hood Club Motor masih tetap dijalankan di sela-sela kesibukan yang mendera. *par