Sejarah mencatat, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, pertempuran tetap terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Seperti yang terjadi pada 20 November 1946, terjadi peristiwa heroik dari pejuang dan rakyat Bali melawan tentara Belanda yang ingin melakukan rekolonisasi di Indonesia. Usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Bali tersebut terwujud dalam sebuah pertempuran besar, yakni Puputan Margarana. Perang yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai ini menjadi pertempuran paling dahsyat di Bali.
Pertempuran terjadi ketika Jepang kalah dalam perang dunia II. Situasi tersebut ternyata dimanfaatkan Belanda (NICA) untuk datang ke Indonesia dengan membonceng sekutu. Ambisi Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) mendorongnya untuk datang ke Bali. Padahal, awalnya tujuan NICA ke Bali adalah untuk melucuti senjata tentara Jepang, namun akhirnya berujung pada keinginan untuk menjadikan Bali sebagai bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT).
Belanda mencoba mengajak berunding dengan mengirimkan surat kepada I Gusti Ngurah Rai selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat Wilayah Bali dan Nusa Tenggara (Sunda Kecil). Setelah menerima surat tersebut, secara tegas I Gusti Ngurah Rai menolaknya. Selama Belanda masih menginjakkan kakinya di Bali maka perlawanan dari rakyat akan tetap dan terus dilakukan.
Pada tanggal 19 November 1946 di malam hari, pasukan I Gusti Ngurah Rai merebut senjata milik tentara NICA yang berada di Tabanan. Hal tersebut membuat pasukan Belanda murka dan memutuskan untuk menyerang tentara Bali pada keesokan harinya. Pagi hari, pada tanggal 20 November pasukan Belanda datang mengepung Desa Marga yang menjadi markas pertahanan tentara Bali. Terjadilah aksi tembak-menembak yang membuat pasukan Belanda di barisan depan tewas terbunuh. Tidak mau kalah, Belanda mengoptimalkan pasukannya dengan mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar.
Meskipun Belanda memiliki senjata yang canggih dan pasukan yang banyak, tidak membuat rakyat Bali gentar. Dalam pertempuran tersebut, I Gusti Ngurah Rai menyerukan “puputan” yang berarti terus bertempur sampai titik darah penghabisan.
Perang habis-habisan demi tegaknya kemerdekaan dan harga diri rakyat Bali, membuat daerah Marga yang dipenuhi hamparan sawah dan ladang jagung yang subur, kini berubah menjadi ladang pembantaian yang penuh asap dan darah.
Untuk menghadapi tentara NICA di Bali, I Gusti Ngurah Rai membentuk batalyon Ciung Wanara yang mendapatkan dukungan penuh dari rakyat Bali. Mereka juga membentuk basis-basis pertahanan di banyak desa di Bali. Salah satunya adalah Desa Marga yang menjadi tempat tercetusnya perang Puputan. Sebagai pimpinan, I Gusti Ngurah Rai memiliki peranan yang sangat penting, khususnya dalam menyusun strategi perang.
Guna menghadapi pasukan NICA yang tentu saja unggul dalam persenjataan, pasukan Ciung Wanara menggunakan taktik gerilya untuk memobilisasi pasukannya secara cepat. Hal ini tentu saja membuat pasukan tentara Belanda kebingungan. I Gusti Ngurah Rai juga mengirim utusan untuk pergi ke pemerintah pusat di Jawa guna meminta bantuan senjata dan personil. Dalam perjalanannya ke Gunung Agung mereka sambil bergerilya melawan tentara NICA.
Dalam pertempuran tersebut, I Gusti Ngurah Rai dan 96 anggota pasukannya gugur akibat serangan tentara Belanda. Meskipun demikian, Belanda jauh mengalami kerugian yang besar, sebab 350 orang tentaranya harus tewas. Untuk mengenang peristiwa heroik tersebut, di lokasi Puputan Margarana kini didirikan sebuah tugu pahlawan di Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana.
Kegigihan Rakyat Bali Melawan Belanda
Peristiwa bersejarah Puputan Margarana itu, menjadi bukti betapa gigihnya pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai bersama rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dari penjajah Belanda yang ingin menguasai kembali tanah tumpah darah kita.
Tanpa mengenal rasa takut, mereka melakukan puputan yang bermakna berperang sampai titik darah penghabisan dan tidak mengenal kata menyerah. Puputan juga berarti pengorbanan dalam peperangan untuk membela kebenaran, keadilan, mempertahankan harkat, martabat, dan kedaulatan bangsa, serta merupakan perjuangan secara ikhlas dan terhormat.
Mengobarkan Semangat Patriotisme
Sebagai generasi penerus bangsa, tentu saja kita wajib untuk mengobarkan semangat patriotisme Puputan Margarana ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriotisme adalah sikap yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah air. Patriotik adalah orang yang mempraktikkan patriotisme, yaitu orang-orang yang mempunyai rasa cinta terhadap Tanah Air, sehingga rela dan berani berkorban demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Jadi, perlu bagi kita untuk meningkatkan sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari.
Semangat patriotisme adalah salah satu hal yang menjadi bekal untuk menjaga kelangsungan hidup suatu negara. Oleh sebab itu, semangat patriotisme perlu ditanamkan untuk dapat mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa dan dapat mempertahankan negara dari berbagai ancaman dan gangguan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Semangat patriotisme salah satu tercermin dari bagaimana pejuang Indonesia pantang menyerah dalam menghadapi penjajah saat perang kemerdekaan. Pada zaman perang kemerdekaan, para pejuang Indonesia harus menghadapi beberapa rangkaian perang melawan penjajah dan mengalami banyak sekali pertumpahan darah untuk dapat meraih kemerdekaan. Dengan semangat patriotisme, mereka telah berani berjuang dan rela mengorbankan harta, benda, bahkan nyawanya untuk dapat melepaskan negaranya dari cengkeraman para penjajah. Dengan tercapainya kemerdekaan tersebut, maka sudah sepantasnya semangat patriotisme harus ditanamkan untuk mengisi kemerdekaan negeri ini.
Jika di era penjajahan, patriotisme ditunjukkan melalui perlawanan bersenjata untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, di era sekarang berbagai cara bisa dilakukan untuk mengaktualisasikan patriotisme, termasuk mendukung penegakan hukum, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Mempertahankan Kemerdekaan dan Cinta Tanah Air
Mempertahankan kemerdekaan itu tidaklah mudah, terutama di era globalisasi ini di mana budaya asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap budaya lokal. Oleh karena itu, semangat patriotisme menjadi kunci penting dalam memastikan keberlanjutan identitas bangsa Indonesia.
Memahami pengorbanan para pahlawan yang rela mengorbankan segalanya, bahkan nyawa mereka sendiri, demi kebebasan dan kesejahteraan rakyat seperti dalam peristiwa Puputan Margarana, diharapkan generasi muda dapat belajar mengenai arti sejati dari patriotisme dan rasa cinta terhadap tanah air.
Puputan Margarana bisa dijadikan inspirasi untuk mewarisi semangat kebangsaan kepada generasi penerus. Dengan memahami dan menghargai sejarah perjuangan, generasi penerus bangsa diharapkan dapat terinspirasi untuk turut berkontribusi dalam membangun dan memajukan negara ini. Kemerdekaan dan kedaulatan negara adalah tanggung jawab bersama. Dengan bersatu, kita dapat mengatasi segala tantangan dan meraih kemajuan bersama.
Perayaan Hari Puputan Margarana, bukan tentang mengenang masa lalu, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Dengan memahami arti penting dari Puputan Margarana ini, diharapkan dapat membangkitkan semangat patriotisme dan melanjutkan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Mari kita jaga dan perjuangkan kemerdekaan ini sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang. Merdeka!
*Penulis adalah dosen di Stispol Wira Bhakti.