Regulasi Pembatasan Usia Media Sosial harus Berpihak pada Kepentingan Anak

Regulasi pembatasan usia penggunaan media sosial yang tengah disusun pemerintah harus disiapkan secara cermat dan mengutamakan kepentingan terbaik anak.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum (Lisa), menegaskan regulasi pembatasan usia penggunaan media sosial yang tengah disusun pemerintah harus disiapkan secara cermat dan mengutamakan kepentingan terbaik anak.

Lisa mengatakan, regulasi itu diharapkan mampu memberikan perlindungan yang efektif diruang digital, tanpa mengabaikan hak anak untuk berekspresi, berkomunikasi, dan mengakses informasi sesuai tingkatan usia dan perkembangan mereka.

“Bukan sekadar membatasi, tetapi juga melindungi mereka dari risiko di dunia digital tanpa menghilangkan hak mereka untuk berekspresi dan belajar. Keamanan dan kepentingan terbaik anak harus menjadi prioritas utama dalam penyusunan kebijakan ini,” tegas Lisa, dilansir InfoPublik, Selasa (18/2),

Pembahasan mengenai batasan usia dalam penggunaan media sosial semakin menjadi perhatian berbagai pihak, mengingat meningkatnya keterlibatan anak dalam dunia digital diiringi dengan potensi risiko.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Profil Anak Indonesia 2024, anak-anak mencakup 28,65 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 79,8 juta jiwa.

Sementara itu, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 menunjukkan bahwa penetrasi internet pada generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 mencapai 87,02 persen.

Bahkan, di daerah tertinggal, usia pertama kali menggunakan internet tercatat berada pada rentang 13 hingga 14 tahun, dengan penggunaan tertinggi untuk media sosial.

Lisa mengatakan tingginya partisipasi anak dalam dunia digital harus diimbangi dengan regulasi yang jelas dan mampu memberikan perlindungan kepada anak dari konten berbahaya dan risiko eksploitasi kejahatan di ranah daring.

“Regulasi yang disusun harus berbasis bukti, berdasarkan karakteristik wilayah dan memperhatikan kebutuhan nyata anak-anak di era digital saat ini,” ujar Lisa.

Kekhawatiran terhadap keamanan anak diruang digital semakin meningkat seiring laporan dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) pada 2024 yang mencatat bahwa di skala internasional, Indonesia menempati peringkat keempat dalam kasus pornografi anak secara daring selama empat tahun terakhir.

“Situasi ini mengkhawatirkan dan menjadi alarm bagi kita semua. Regulasi yang sedang disusun harus memiliki ketegasan dalam menindak pelaku penyimpangan dan memberikan perlindungan optimal kepada anak-anak di ruang digital,” kata Lisa.

Saat ini, pemerintah tengah menyusun tiga regulasi utama terkait perlindungan anak di era digital, yakni:

1. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (TKPAPSE) yang diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.

2. Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Digital (PARD) yang diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

3. Revisi Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2012 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang diprakarsai oleh Kemenko PMK dan Kementerian Agama. *R105