Anggota DPR Kecewa, THR Pekerja Ex Sritex Terhutang

Jakarta (Lokapalanews.com) – Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan pembayaran tunjangan hari raya (THR) yang diberikan kepada mantan pekerja PT Sritex akan masih terhutang dan dibayarkan dari hasil penjualan aset perusahaan. Menurutnya hal ini akan menunggu lama. Ia meminta pemerintah untuk tegas kepada PT Sritex untuk melakukan tanggung jawabnya.

“Saya terus terang hari ini merasa sangat sedih sekali, ketika saya melihat paparan dari Pak Menteri Tenaga Kerja di sini disampaikan bahwa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan lain-lain itu akan terhutang dan akan dibayar dari hasil penjualan aset. Itu lagu lama memang seharusnya begitu, tapi kurator memang seperti itu kelakuannya, perusahaan juga seperti itu kelakuannya,” ujarnya dalam Rapat Komisi IX dengan Menteri Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3).

Ia juga menyoroti praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sering terjadi menjelang hari raya, terutama tanpa adanya kepastian pembayaran hak-hak pekerja. Irma menekankan perlunya klausul dalam undang-undang ketenagakerjaan yang memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan tindakan tidak bertanggung jawab seperti ini.

“Ini mau hari raya lho ya, sama sekali tidak menghormati orang yang sedang berpuasa, yang juga akan hari raya. Tiba-tiba PHK ini kelakuan ini udah bertahun-tahun terjadi begini dan terjadi pembiaran ini,” katanya, dilansir Parlementaria.

Salah satu kasus yang menjadi sorotan Irma adalah persoalan yang terjadi di PT Sritex. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan tekstil besar tersebut memiliki 11 anak perusahaan, namun tetap menyerahkan tanggung jawab pembayaran THR kepada pemerintah.

“THR 2025 terhutang akan dibayarkan dari hasil penjualan aset. Pak Menteri tahu nggak sih kalau sebenarnya Sritex itu punya anak perusahaan 11? Ada 11 perusahaan. Dan saya mendengar dari kurator bahkan ada anak perusahaan Sritex yang juga menagih hutangnya kepada Sritex, yang pailit ini. Artinya Sritex ini enggak bertanggung jawab dengan pekerjanya dan melimpahkan tanggung jawabnya kepada pemerintah. Ini kurang ajar ini perusahaan,” tegasnya.

Irma menegaskan bahwa perusahaan seharusnya dapat mengalokasikan anggaran dari anak perusahaannya untuk membayar THR karyawan yang terkena PHK. Ia menilai tidak adil jika seluruh tanggung jawab diberikan kepada pemerintah.

“Jangan mentang-mentang pemerintah men-supporting sedemikian besar karena Sritex ini punya pekerja yang besar dan dianggap menjadi aset nasional, terus semuanya diserahkan kepada pemerintah. Ngemplang pajak, pinjam uang segitu besar, perusahaannya juga banyak, tapi nggak mau bayar uang THR!” kata Irma.

Dalam rapat tersebut, ia juga meminta Kementerian Tenaga Kerja untuk menekan perusahaan agar tidak membebankan kerugian mereka kepada pemerintah. Menurutnya, para pemilik perusahaan seharusnya memiliki empati terhadap nasib pekerja, terutama menjelang Hari Raya.

“Ini Pak Wamen ini yang bolak-balik ke sana itu tekankan kepada perusahaan, jangan merugikan pemerintah! Untungnya mereka makan tapi ketika rugi mereka serahkan semuanya kepada pemerintah. Ini enggak fair,” lanjutnya.

Selain itu, Irma juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menangani kasus Sritex, agar tidak menjadi preseden bagi perusahaan lain yang mengalami pailit untuk meminta perlakuan yang sama.

“Tapi hati-hati pemerintah juga saya ingatkan. Karena apa, nanti perusahaan-perusahaan lain yang pailit juga akan minta diperlakukan sama. Hati-hati, jangan terjadi ada pembedaan nanti,” ujarnya.

Politisi Fraksi Partai NasDem itu juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah nyata guna membantu para pekerja yang terdampak, termasuk dengan memberikan bantuan sosial (bansos) jika memungkinkan.

“Dan kalau bisa Pak Menteri, sampaikan kepada pemerintah kalau ada yang bisa didiskresikan untuk bisa memberikan bansos dalam bentuk apapun tolong juga itu bisa dilakukan oleh pemerintah,” pungkasnya. *R101