Cederai HAM, Vonis Bebas Oknum Polisi di Kasus Pencabulan Anak

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira. Foto: Tari/vel

Jakarta (Lokapalanews.com) – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira menyoroti vonis bebas terhadap oknum polisi dalam kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom, Papua. Ia menilai putusan pengadilan dalam kasus ini mencederai penegakan hukum serta perlindungan hak anak di Indonesia.

“Kasus ini mencerminkan bahwa aparat penegak hukum masih belum serius menangani kejahatan seksual terhadap anak, meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Andreas, dilansir Parlementaria.

Seperti diketahui, berbagai kalangan mengecam keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura yang membebaskan oknum anggota kepolisian berinisial AFH (20) dari dakwaan pencabulan terhadap seorang anak berusia lima tahun di Keerom, Papua.

AFH didakwa melakukan pencabulan sejak 2022 dan sebelumnya dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdasarkan UU Perlindungan Anak. Peristiwa tersebut terjadi saat AFH berkunjung ke rumah korban dan memanfaatkan situasi ketika kakak korban meninggalkan mereka untuk membeli mi instan di kios terdekat.

Menanggapi vonis tersebut, keluarga korban bersama kuasa hukum menyatakan keberatan dan berencana mengajukan kasasi. Andreas menyatakan dukungannya terhadap langkah tersebut.

“Keputusan pihak keluarga ini menunjukkan adanya dugaan ketidakwajaran dalam proses peradilan. Putusan ini mencederai rasa keadilan dan tidak berpihak pada hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak,” ungkapnya.

Menurut Andreas, pengadilan seharusnya mempertimbangkan status terdakwa sebagai anggota kepolisian yang memiliki kewajiban melindungi masyarakat. Dengan putusan bebas terhadap pelaku kekerasan seksual, pengadilan dinilai tidak mendukung perlindungan anak sebagai kelompok rentan.

“Di saat terdakwa telah mencoreng citra institusi kepolisian karena perilakunya, pengadilan justru tidak berpihak kepada korban melalui putusan yang tidak mencerminkan keadilan,” katanya.

Sebagai pimpinan Komisi III DPR yang membidangi hukum dan hak asasi manusia (HAM), Andreas menekankan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap proses peradilan guna memastikan putusan hakim didasarkan pada fakta dan prinsip keadilan, bukan intervensi atau faktor lain yang tidak semestinya.

“Putusan hakim dalam kasus ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Tentunya ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” ujar legislator dapil NTT I itu.

Andreas juga menegaskan pentingnya sistem peradilan yang memprioritaskan perlindungan hak korban, khususnya anak-anak. Ia mengingatkan bahwa UU Perlindungan Anak dan UU TPKS telah mengatur ancaman hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual sebagai bentuk perlindungan dan efek jera.

“Kami juga berharap Komnas HAM ikut mengawal kasus ini untuk memastikan hak-hak korban benar-benar terpenuhi,” imbuhnya. *R101

Lokapalanews.com adalah salah satu media online di Indonesia yang hadir dengan sajian informasi yang aktual, informatif, inspiratif, dan mencerahkan di tengah derasnya aliran informasi yang tak jelas kebenarannya.