Benarkah kampus dengan biaya kuliah “miring” otomatis kualitasnya “miring” pula? Ini bukan sekadar soal angka di brosur pendaftaran, tapi menyentuh akar permasalahan yang lebih dalam: nasib para dosen dan praktik pengelolaan yayasan yang janggal. Mari kita bedah bersama, jangan sampai mimpi meraih gelar sarjana berujung kekecewaan mendalam.
Bayangkan, bagaimana mungkin seorang nahkoda kapal dapat mengarungi samudra ilmu dengan baik jika perutnya keroncongan? Begitulah kira-kira analogi kondisi dosen yang tidak digaji layak, bahkan hanya diberi secuil honor per jam mengajar. Semangat untuk mencetak generasi penerus bangsa bisa saja luntur jika kesejahteraan diri sendiri terabaikan. Dedikasi dan fokus dalam membimbing mahasiswa tentu akan terpecah antara idealisme dan kebutuhan untuk bertahan hidup.
Lebih ironis lagi, praktik “memalak” dana dari institusi pendidikan oleh yayasan adalah lampu merah besar. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk peningkatan kualitas, seperti pengembangan kurikulum, fasilitas penunjang, hingga peningkatan kompetensi dosen, justru mengalir ke kantong yang tidak semestinya. Ini bukan hanya tidak etis, tapi juga berpotensi melanggar aturan dan mengorbankan masa depan mahasiswa.
Bagaimana dengan program studi yang baru seumur jagung? Jika para pengajarnya hanya berstatus “dosen honorer” tanpa jaminan gaji tetap, stabilitas dan kualitas pengajaran menjadi taruhan. Sebuah program studi yang solid membutuhkan fondasi yang kuat, termasuk tenaga pengajar yang loyal, kompeten, dan sejahtera. Jangan sampai Anda menjadi “kelinci percobaan” dalam eksperimen pendidikan yang tidak jelas arahnya.
Namun, sebelum kita menjatuhkan vonis “murah berarti murahan”, ada baiknya kita bersikap lebih bijak. Ada lho segelintir kampus dengan biaya terjangkau yang tetap mampu menjaga kualitas. Bagaimana caranya? Mungkin mereka memiliki sumber pendanaan alternatif yang cerdas, melakukan efisiensi anggaran yang ketat, atau bahkan didasari oleh idealisme para pendiri yang kuat untuk mencerdaskan bangsa tanpa harus membebani biaya yang tinggi.
Kualitas pendidikan itu seperti berlian, tidak hanya dinilai dari kilaunya (baca: biaya). Ada faktor-faktor krusial lain yang menentukan nilainya: kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, fasilitas yang memadai untuk menunjang proses belajar mengajar, kualitas input mahasiswa, sistem penjaminan mutu internal yang ketat, serta koneksi dengan dunia industri dan riset yang luas.
Jadi, jangan mudah tergiur dengan iming-iming biaya kuliah yang super murah. Lakukan “investigasi” mendalam sebelum memutuskan. Telusuri rekam jejak akreditasi, gali informasi tentang profil dosen dan alumni, intip fasilitas dan kurikulum yang ditawarkan, dan cari tahu bagaimana kampus tersebut dikelola secara finansial.
Ingat, pendidikan adalah investasi masa depan. Jangan sampai Anda menyesal di kemudian hari karena memilih kampus hanya berdasarkan harga yang murah, tanpa mempertimbangkan kualitas yang sesungguhnya. Pilihan yang cerdas adalah mencari keseimbangan antara biaya yang terjangkau dan kualitas pendidikan yang terjamin. Jangan biarkan harga murah menutupi fakta-fakta tersembunyi yang bisa merugikan masa depan Anda. *tim