Jakarta (Lokapalanews.com) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati, memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif Sekolah Rakyat yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini dipandang sebagai langkah progresif dalam membuka pintu pendidikan yang layak bagi generasi muda Indonesia, terutama mereka yang berasal dari keluarga miskin ekstrem.
Esti Wijayati menekankan bahwa kehadiran Sekolah Rakyat memiliki peran krusial dalam memutus rantai putus sekolah, khususnya bagi anak-anak yang tumbuh di lingkungan ekonomi sulit dan wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang seringkali kekurangan fasilitas pendidikan yang memadai. Menurutnya, Sekolah Rakyat adalah manifestasi nyata kehadiran negara dalam menjamin pemerataan pendidikan bagi seluruh anak bangsa.
Konsep Sekolah Rakyat yang mengusung sistem asrama untuk jenjang SD, SMP, dan SMA dinilai Esti sangat efektif. Sistem ini diyakini akan memberikan solusi bagi anak-anak yang menghadapi kendala akses menuju sekolah. Lebih dari itu, model asrama diharapkan dapat mengoptimalkan pembentukan prestasi akademik dan karakter siswa secara holistik.
“Sekolah Rakyat ini gagasan yang bagus, asalkan tujuannya benar-benar untuk memberikan kesempatan belajar yang layak bagi masyarakat miskin ekstrem, lengkap dengan fasilitas yang memadai,” ujar My Esti Wijayati dalam keterangan tertulis, dilansir Parlementaria, Selasa (15/4).
“Keberadaan asrama menjadi sangat penting, terutama bagi anak-anak di daerah terpencil yang sulit menjangkau sekolah. Dengan tinggal di asrama, kebutuhan sehari-hari mereka juga akan lebih terjamin,” imbuhnya.
Saat ini, pemerintah sedang dalam tahap finalisasi rekrutmen tenaga pengajar dan calon siswa, serta penyusunan kurikulum untuk Sekolah Rakyat yang direncanakan mulai beroperasi pada tahun ajaran 2025/2026. Program ini memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan Ekstrem.
Esti Wijayati mengungkapkan bahwa ide Sekolah Rakyat sebenarnya bukan merupakan konsep yang sepenuhnya baru. Sebelumnya, gagasan serupa pernah diimplementasikan dalam berbagai bentuk, seperti sekolah darurat, sekolah alternatif, hingga program kejar paket.
Perbedaan signifikan terletak pada pendekatan Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah saat ini. Di bawah koordinasi Kementerian Sosial (Kemensos), program ini memiliki struktur yang lebih terencana melalui Inpres dan melibatkan rekrutmen guru formal dari lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Meskipun demikian, Esti Wijayati memberikan saran strategis agar pengelolaan Sekolah Rakyat berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), bukan Kemensos. Ia menyoroti pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yang telah mengindikasikan bahwa guru untuk Sekolah Rakyat akan direkrut dari lulusan PPG dengan kualifikasi yang sesuai.
“Akan lebih tepat jika Sekolah Rakyat ini langsung di bawah Kemendikdasmen, karena ini memang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kemensos cukup menyediakan data masyarakat miskin ekstrem yang menjadi target penerima manfaat,” jelas Esti.
Lebih lanjut, pimpinan Komisi Pendidikan DPR tersebut mengapresiasi rencana rekrutmen guru dari lulusan PPG, yang diyakini dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Namun, ia mengingatkan pentingnya mempertimbangkan insentif dan jenjang karir bagi para guru tersebut.
“Langkah mengambil lulusan PPG adalah langkah yang strategis untuk memastikan kualitas tenaga pengajar. Akan tetapi, kita juga perlu memastikan bahwa mereka tidak hanya memiliki kompetensi akademik yang mumpuni, tetapi juga memiliki pemahaman sosial dan kultural yang baik untuk mengajar di daerah dengan karakteristik yang beragam. Bagaimana dengan insentif dan jaminan kesejahteraan mereka?” tanya Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Esti Wijayati menyoroti data Kemendikbudristek tahun 2023 yang menunjukkan bahwa masih terdapat lebih dari 80 ribu desa dengan akses pendidikan dasar yang minim. Tanpa adanya komitmen anggaran yang kuat dan dukungan lintas sektor, ia khawatir Sekolah Rakyat akan menghadapi berbagai tantangan operasional.
“Sekolah Rakyat ini jangan sampai menjadi tempat ‘buangan’ dalam sistem pendidikan kita. Sebaliknya, harus menjadi ruang inovasi, penguatan literasi, dan pemberdayaan komunitas,” pesannya.
Komisi X DPR menekankan perlunya mekanisme pengawasan, evaluasi, dan pembiayaan yang berkelanjutan agar program Sekolah Rakyat tidak terhenti di tengah jalan atau kehilangan esensinya seiring dengan perubahan pemerintahan. Esti juga menyarankan agar Sekolah Rakyat memanfaatkan bangunan sekolah-sekolah yang sudah ada namun minim siswa.
“Banyak sekolah yang sudah berdiri, namun jumlah muridnya sedikit, terutama di daerah-daerah kepulauan. Sebaiknya lokasi-lokasi tersebut dimanfaatkan untuk Sekolah Rakyat agar lebih efisien dalam hal pembiayaan,” imbau Legislator dari Daerah Pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut. *R106