Jakarta – Kerusakan alam parah akibat tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan tajam. Anggota Komisi VII DPR RI, Samuel Wattimena, mendesak pemerintah untuk jujur dan terbuka, karena era keterbukaan informasi kini membuat masyarakat tak bisa lagi dikelabui dengan narasi palsu.
Samuel Wattimena menegaskan, sudah bukan waktunya lagi pemerintah menutupi fakta lapangan. Tingginya ketidakpercayaan publik terhadap pejabat dan perusahaan terkait perizinan tambang harus menjadi “alarm system” bagi pemangku kebijakan untuk segera berbenah. Ia mengingatkan, kasus Raja Ampat jangan sampai terulang di pulau-pulau kecil lain, apalagi yang merupakan lahan konservasi dan destinasi pariwisata andalan.
Politisi PDIP ini juga menyoroti peran penting partisipasi publik dalam mengawal kasus ini. Suara Greenpeace, aktivis lingkungan, hingga media sosial, menurut Samuel, terbukti sangat efektif dalam mengungkap dan menghentikan praktik perusakan lingkungan di Raja Ampat. Ini membuktikan kekuatan media sosial dan keberanian masyarakat dalam menelusuri kebenaran.
Meski pemerintah telah mencabut sebagian izin perusahaan tambang, Samuel menilai langkah tersebut belum cukup. Ia mendesak penelusuran lebih lanjut untuk mengungkap siapa saja pihak yang memberikan izin awal, sehingga perusahaan bisa beroperasi di lahan konservasi yang seharusnya steril dari aktivitas eksploitatif.
Samuel mengajak seluruh elemen masyarakat, DPR RI, DPRD, dan pemerintah daerah, khususnya di wilayah terdampak, untuk bergerak bersama menjaga kelestarian alam Indonesia. Dengan dukungan penuh dari masyarakat yang menginginkan kejujuran, ia berharap kerusakan serupa tidak meluas ke kawasan wisata dan konservasi alam lainnya.
Kerusakan ekosistem di Raja Ampat, yang selama ini dikenal sebagai surga pariwisata bahari dengan keanekaragaman hayati laut yang tinggi, dikhawatirkan akan mengancam potensi pariwisata yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat setempat. Ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal masa depan dan kesejahteraan warga Raja Ampat. *R103