Jakarta (Lokapalanews.com) – Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, angkat bicara soal ditahannya mahasiswa asal Indonesia, Aditya Harsono Wicaksono, di Amerika Serikat. Ia mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan utusan diplomatik Indonesia di AS agar aktif memberikan perlindungan hukum.
Junico menekankan pentingnya pendampingan maksimal dari Konsulat Jenderal RI di Chicago dan Kemlu terhadap Aditya, yang saat ini ditahan oleh otoritas AS. Menurutnya, kasus ini tidak hanya menyangkut persoalan hukum individu, tetapi juga menyentuh martabat negara dalam melindungi warganya di luar negeri.
“Pendampingan hukum harus dilakukan secara intensif dan profesional. Ini adalah ujian atas komitmen negara dalam menjamin keadilan dan perlindungan bagi WNI di luar negeri,” ujar Junico dalam keterangannya dilansir Parlementaria, Kamis (17/4).
Aditya, pelajar berusia 33 tahun yang tinggal di Marshall, Minnesota, ditangkap agen Immigration and Customs Enforcement (ICE) di tempat kerjanya pada 27 Maret 2025, beberapa hari setelah visanya dicabut secara tiba-tiba.
Penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan aksi protes yang diikutinya pada tahun 2021, terkait kematian George Floyd dan gerakan Black Lives Matter. Saat ini, Aditya masih mendekam di Penjara Kabupaten Kandiyohi.
Junico menyebut, Aditya berhak mendapatkan perlakuan adil berdasarkan prinsip universal dan asas non-diskriminasi dalam proses hukum yang tengah dijalaninya.
Sebelumnya, Aditya diketahui sempat terlibat kasus perusakan properti saat pembekuan yang berlangsung saat jam malam. Meski sempat ditahan, ia kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Aditya merupakan pemegang visa pelajar F-1 dan telah menyelesaikan studi S2 di Southwest Minnesota State University pada tahun 2023. Saat visanya dicabut, ia tengah menunggu proses permanen tinggal di AS melalui green card.
Menurut Junico, kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kehati-hatian bagi diaspora Indonesia, terutama pelajar, dalam konteks di negara dengan sistem sosial-politik yang kompleks seperti AS.
“Kami mengimbau WNI di AS agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat. Ini bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi, tapi agar kita memahami konteks hukum dan politik yang berlaku di negara tersebut,” jelas politisi PDI-Perjuangan itu.
Meski demikian, Junico menegaskan bahwa menyuarakan isu kemanusiaan adalah hak setiap individu. Namun, sebagai pendatang, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi hukum yang mungkin timbul.
Ia juga menyoroti pentingnya kehadiran negara dalam menjamin perlindungan hukum bagi WNI di luar negeri. Menurutnya, pemerintah harus memberikan dukungan diplomasi dan bantuan hukum terbaik untuk Aditya.
Lebih jauh lagi, Junico menekankan bahwa sistem hukum di AS bisa sangat kompleks dan tidak selalu mudah dipahami, apalagi oleh warga asing. Oleh karena itu, keberadaan negara melalui diplomatik sangat penting.
“AS negara dengan sistem hukum yang rumit dan sering berubah. Ketika seseorang ditetapkan sebagai pelanggar hukum, prosesnya bisa sangat berat. Maka kehadiran negara wajib hukumnya,” ungkap Junico, anggota DPR dari Dapil Jawa Barat I.
Ia juga menyoroti belum terisinya posisi Duta Besar RI untuk AS selama dua tahun terakhir. Menurutnya, kekosongan ini membuat respon terhadap kasus seperti Aditya menjadi lambat dan tidak maksimal.
“Dubes RI untuk AS harus segera ditunjuk. Tanpa sosok itu, koordinasi dan perlindungan WNI menjadi kurang maksimal,” tegasnya.
Junico menambahkan, keberadaan duta besar tidak hanya simbolis, namun berperan krusial dalam memperkuat diplomasi dan melindungi hak-hak WNI di luar negeri, khususnya dalam isu hukum dan HAM.
“Perwakilan diplomatik bukan hanya penjaga hubungan bilateral, tapi juga garda depan perlindungan warga negara Indonesia di negeri orang,” tandasnya.
Ia pun mendukung langkah Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang mendorong pemerintah segera mengajukan nama calon duta besar RI untuk AS. Junico berharap pengisian jabatan ini dapat dipercepat demi memperkuat perlindungan terhadap diaspora Indonesia di Amerika. *R302