Jakarta (Lokapalanews.com) – Aksi brutal sekelompok debt collector terhadap perempuan berinisial RP (31) di depan Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, menyulut kemarahan masyarakat. Insiden yang terekam kamera dan viral itu dianggap sebagai bentuk premanisme terselubung yang merusak rasa aman warga.
Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, mengecam keras kejadian ini. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan tersebut tidak dapat ditoleransi dan harus diproses secara hukum. “Ini bukan sekedar pelanggaran biasa, tapi sudah masuk ranah premanisme,” ujarnya, Rabu (23/4).
Peristiwa ini terjadi Sabtu (19/4) malam dan melibatkan 11 pelaku. Ironisnya, aksi kekerasan itu terjadi tepat di depan kantor polisi, namun aparat di lokasi tak mampu mencegahnya. Beberapa polisi bahkan terlihat hanya merekam peristiwa.
Martin menilai ini sebagai bukti lemahnya kehadiran negara dalam menjamin rasa aman masyarakat. Ia mendesak aparat untuk tidak ragu menggunakan pasal pidana, termasuk peretasan dan perusakan, terhadap para pelaku.
“Mediasi bukan solusi. Ini murni pidana. Semua pelaku harus dihukum setimpal,” tegas politisi Gerindra itu.
Selain tindakan hukum, Martin menyoroti perlunya peraturan ketat terhadap praktik pengumpulan utang. Ia menganjurkan agar Kemenkumham, OJK, dan Polri menyusun protokol khusus yang melarang tindakan kekerasan dalam proses pengumpulan.
Menurutnya, celah hukum yang ada saat ini memungkinkan perusahaan pembiayaan menggandeng pihak ketiga tanpa kendali ketat. Hal ini bisa berakhir pada intimidasi hingga kekerasan terhadap debitur.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap korban. Negara, katanya, harus menjamin keamanan setiap warga yang menjadi korban atau Saksi dalam kasus seperti ini.
“Jika rakyat merasa tidak dilindungi hukum, mereka bisa kehilangan kepercayaan pada institusi negara,” jelas Martin.
Ia juga mendesak Polri untuk meningkatkan respons cepat terhadap aksi kekerasan, apalagi jika terjadi di sekitar markas kepolisian. “Polisi harus hadir sebagai pelindung, bukan sekedar penonton,” tegasnya.
Martin berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem penegakan hukum, serta menertibkan praktik pengumpulan utang yang melanggar aturan.
“Negara harus tegas. Hukum harus jadi pelindung rakyat, bukan jadi alat para preman,” katanya. *R104