Pertunjukan Joged Tradisi di PKB XLV, Romantisme tanpa Kesan Porno

Penampilan Sanggar Seni Sudamala, Banjar Sukajati, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal, Duta Kabupaten Badung dalam parade joged tradisi di Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (26/6).

Denpasar (Lokapalanews.com) – Menepis kesan porno yang belakangan melekat pada kesenian joged, Sanggar Seni Sudamala, Banjar Sukajati, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal, duta Kabupaten Badung menampilkan kesenian joged tradisi pada ajang PKB XLV yang diselenggarakan di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (26/6).

Ketua Sanggar Seni Sudamala, I Gusti Ngurah Gede Oka Wiratmaja mengatakan, Pesta Kesenian Bali (PKB) menjadi kesempatan untuk menampilkan kesenian Joged Tradisi sesuai dengan aturan adat. Para seniman merasa bersyukur adanya PKB karena proses penggalian dan pelestarian joged dapat dilakukan dengan seimbang.

Tampil dalam parade joged bumbung tradisi, duta Kabupaten Badung ini benar-benar menampilkan tarian joged sesuai dengan tradisi dan tidak ada gerakan ‘ngebor’. Meski demikian tarian muda-mudi ini mampu menghibur ratusan penonton yang terlihat sangat antusias pada sore hari tersebut.

Tabuh Joged Kembang Rampe mengiringi penampilan empat penari joged dari sekaa Duta Kabupaten Badung tersebut. Cerita yang dihadirkan oleh pasangan pregina dan pengibing di atas panggung, sejalan dengan tema PKB tahun ini, yaitu “Segara Kerthi Prabhaneka Sandhi Samudra Cipta Peradaban”.

Dikisahkan tentang pengibing yang jatuh hati pada penari joged. Dia melakukan berbagai rayuan untuk menaklukkan hati sang penari, tetapi tetap ditolak. Karena cintanya tidak terbalas, pengibing merasa frustrasi dan ingin mengakhiri hidupnya. Penari kemudian merasa kasihan dan membalas rayuan dengan mengajak pengibing pergi mencari ikan di laut.

Oka Wiratmaja mengatakan bahwa mereka telah mempersiapkan pertunjukan ini sejak Maret 2023. Persiapan termasuk menyusun cerita dan menciptakan musik yang mengiringi pertunjukan. Ia ingin menghidupkan kembali pakem asli Joged Bumbung yang menurutnya semakin terlupakan.

“Kami bersyukur ada kesempatan seperti PKB ini, kami dapat menggali kembali pakem-pakem Joged Bumbung yang semakin terlupakan,” kata Oka Wiratmaja saat ditemui di belakang panggung.

Menurutnya, untuk menghibur dengan Joged Bumbung tidak perlu melakukan gerakan yang terlalu berlebihan. Kesan romantis tidak harus diciptakan melalui gerakan nakal, tetapi bisa melalui hal-hal sederhana seperti tatapan mata dan tingkah laku manja para penari.

“Kesan romantis tidak perlu saling berpelukan, hanya dengan saling bertatapan mata sudah bisa membuat hati penonton bergetar,” ucap Oka Wiratmaja.

Diambahkan bahwa selain penari Joged, pengibing juga memiliki peran penting dalam menunjukkan kreativitas di atas panggung. Sebagai lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ia berharap pengibing yang berani tampil di atas panggung dapat berkreasi dengan tetap mengikuti pakem tradisi yang ada.

Oka Wiratmaja juga mengungkapkan bahwa selain tampil dalam PKB, Sanggar Sudamala juga telah memperkenalkan Joged pakem tradisi melalui pertunjukan di acara Sekaa Teruna-Teruni (STT) di banjar atau desa, upacara adat, dan pertunjukan di hotel-hotel.

Salah seorang penari Joged yang tampil, Ni Kadek Dwi Setiari, yang berusia 19 tahun, juga merasa miris dengan fenomena Joged erotis yang berlebihan. Ia selalu konsisten dalam menampilkan Joged tradisi setiap kali mendapat undangan untuk tampil.

Dengan adanya tarian Joged ‘ngebor’ tersebut, mahasiswi Universitas Pendidikan Mahadewa Indonesia (UPMI) mengakui bahwa sebagian masyarakat sekarang melihat penari Joged dengan pandangan negatif. Namun, meskipun ada pandangan seperti itu, gadis yang awalnya sebagai penari arja ini justru merasa tertantang untuk mengubah citra negatif tersebut dan tidak bragu mencoba tantangan baru sebagai penari Joged.

Meskipun masih baru dalam menekuni Joged, ia sudah pernah tampil di luar kabupaten. Menurutnya, pendapatan yang diperoleh dari satu pertunjukan sudah cukup baginya tanpa harus tampil secara erotis berlebihan.

“Saya merasa cukup dengan apa yang saya dapat,” katanya. *