PELAKU usaha kelas UMKM dinilai tetap kokoh menjadi salah satu penopang perekonomian nasional meskipun perekonomian global tengah tidak bersahabat. Bahkan, sejumlah kalangan menilai, pelaku UMKM akan tetap memainkan peran yang penting bagi perekonomian nasional di tengah kelesuan ekonomi global.
Oleh karena itu, mereka tetap perlu terus mendapatkan penguatan agar juga turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi karena mereka dinilai memiliki daya tahan dari terpaan hantaman krisis.
Bagaimana gambaran peran sektor UMKM bagi perekonomian nasional? Dilansir indonesia.go.id, data Kementerian Perekonomian memperkuat argumen peran penting sektor itu. Bila dilihat dari sisi produk domestic bruto (PDB), kontribusi UMKM terhadap PDB cukup tinggi, yakni mencapai 61 persen dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Tidak itu saja, masih merujuk data yang sama, kontribusi investasi UMKM terhadap total investasi nasional mencapai 60 persen dari total investasi nasional. Begitu juga kontribusinya terhadap ekspor nonmigas nasional juga mampu mencapai 16 persen.
Berpijak dari kondisi di atas, wajar bila pemerintah menaruh perhatian terhadap eksistensi pelaku di sektor itu, termasuk mendorong kemudahan terhadap akses pembiayaan, salah satunya melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Dalam konteks penguatan sektor UMKM, Kepala Negara Joko Widodo pun menyuarakan agar pentingnya percepatan relaksasi dan bantuan likuiditas bagi UMKM dan koperasi agar bisa jadi pengungkit ekonomi nasional pascapandemi. Tujuannya jangan sampai sektor itu mengalami kontraksi. Salah satunya adalah pemberian stimulus dengan pembiayaan ke UMKM.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pertumbuhan positif perekonomian Indonesia juga ditopang salah satunya oleh penyaluran kredit UMKM yang mencatatkan pertumbuhan kuat 8,9 persen (yoy) pada Agustus 2023.
“Memperhatikan pentingnya peran UMKM, pemerintah terus mendorong akses pembiayaan dengan meningkatkan share kredit UMKM yang pada posisi Agustus 2023 masih 23,2 persen dari total kredit, hingga dapat mencapai 30 persen terhadap kredit nasional pada 2024 nanti,” ujarnya secara virtual dalam acara Forum Diskusi “Peran Industri Penjamin Kredit dalam Pengembangan UMKM” di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Dari sisi penguatan pembiayaan UMKM, salah satu instrumen penting peningkatan kredit UMKM nasional adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), apalagi instrumen KUR juga didukung oleh subsidi bunga sehingga suku bunga/marjin KUR bisa rendah dan syarat agunan tambahan KUR juga dipermudah.
Bahkan sebagai bentuk dukungan pemberdayaan UMKM, agunan tambahan bagi KUR sampai dengan Rp100 juta tidak lagi diperlukan. Tujuannya adalah mendorong penyaluran KUR agar sesuai target dan semakin berkualitas.
Menteri Airlangga menambahkan, dari sisi kuantitas, total penyaluran KUR per 6 November 2023 tercatat sebesar Rp204,17 triliun atau 68,74 persen dari target 2023 sebesar Rp297 triliun dan telah diberikan kepada 3,67 juta debitur. Pertanyaan selanjutnya, penyaluran KUR untuk kepentingan apa saja?
Data Kemenko Perekonomian menyebutkan kuantitas penyaluran KUR lebih menyentuh sektor produksi sebesar 55,8 persen, lalu dominasi penerima baru KUR yang mencapai 79 persen dari total penerima KUR, dan keberhasilan graduasi debitur KUR yang mencapai 52 persen debitur yang naik kelas. Meskipun data-data di atas memberikan gambaran bahwa usaha sektor UMKM terus berdenyut bila dilihat dari penyaluran kredit, namun pemerintah diminta agar waspada terhadap kinerja pembiayaan bagi sektor tersebut.
Pasalnya, nilai kredit UMKM yang macet juga cukup besar, yakni mencapai Rp22,9 triliun. Parahnya lagi, dana tersebut diduga ada penyalahgunaan untuk dana konsumtif, alih-alih modal usaha.
Hingga 20 November 2023, penyaluran KUR baru mencapai Rp218,40 triliun atau 73,54 persen dari target sebesar Rp297 triliun. Menurut Direktur Eksekutif Institute dor Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, masih jauhnya realisasi pencapaian penyaluran KUR dari target 2023 ditenggarai disebabkan sejumlah faktor.
Pertama penyebab KUR lambat dikarenakan fenomena ekonomi yang melemah. Secara umum kredit juga melemah sebesar 8,96 persen di September 2023. Hal tersebut ini tentu memengaruhi kredit KUR.
Kedua, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen, memengaruhi bunga kredit komersil. Ini memiliki imbas kepada pelaku usaha yang memiliki kredit selain KUR atau kredit komersil.
Ketiga, di tengah pelemahan ekonomi, munculnya wirausaha baru mengalami penurunan. Di samping itu, adanya tren digitalisasi menambah persaingan semakin kuat, dikarenakan harga barang di platform digital lebih murah.
Terakhir, eskalasi kenaikan sektor bisnis dari pengguna KUR terutama supermikro relatif tertahan. Hal ini disebabkan dua hal, yakni market terbatas dan pelaku usaha tidak ingin naik kelas.
Meskipun harus diakui, di tengah perekonomian global yang masih diselimuti awan gelap, peran sektor UMKM harus tetap terus didorong dan pemerintah tetap harus memberikan afirmasinya, sehingga mereka tetap memiliki daya tahan dan menjadi penyokong perekonomian nasional di tengah masa sulit saat ini. *