Denpasar (Lokapalanews.com) – Tiga duta kesenian gender anak-anak sukses mengundang decak kagum pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Sabtu (24/6). Tiga kabupaten yang tampil merupakan duta kesenian yang mengikuti Wimbakara (lomba) Gender Wayang, masing -masing Sanggar Gender Swari Laksmi, Jalan Kenyeri XIII, Duta Kabupaten Klungkung, Komunitas Seni Genta Adi Candra, Banjar Dajan Rurung Batuyang, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati sebagai duta Kabupaten Gianyar dan Sanggar Candra Metu, Desa Baluk, Kecamatan Negara Duta Kabupaten Jembrana.
Mereka memainkan gending-gending klasik pewayangan, tampilnya seniman cilik itu, tak hanya memenuhi syarat dari sebuah lomba, tetapi mereka mampu mengundang decak kagum penonton. Setiap pukulan bilah gender itu, seakan menggetarkan jiwa penonton. Maasing-masing duta menampilkan tiga jenis gending (lagu), yaitu Sekar Sungsang, Pamungkah dan Angkat-angkatan.
Koordinator juri, I Gusti Putu Sudarta merasa senang dan bangga dengan penampilan anak-anak dari duta kabupaten ini. Mereka tampil sangat bagus, sehingga menginspirasi anak-anak yang lain. Mereka sudah mempersiapkan diri dengan maksimal, sehingga semua duta tampil menawan. “Secara teknik, gegebug, dan pukul tutupannya lumayan bagus. Seumur mereka sudah mampu menampilkan tekhnik memainkan gender wayang secara baik, seperti permainan penabuh dewasa,” ucapnya bangga.
Menariknya, masing-masing duta menyajikan gending gender wayang yang dinamis. Sebut saja, ganding angkat-angkatan yang disajikan sangat dinamis. Walau jenis gending itu sama, tetapi masing-masing duta menampilkan gending khas daerahnya. Angkat-angkatan itu merupakan gending wayang untuk mengiringi perjalanan tokoh dan perjalanan pasukan, sehingga dinamika betul-betul digarap. “Masing-masing kabupaten menggarap tabuh dengan gaya masing-masing tersendiri. Walau gendingnya sama, tetapi masing-masing kabupaten menyajikan kekhasan tersendiri untuk membawakan lagu itu,” jelas dosen ISI Denpasar itu.
Kabupaten Klungkung misalnya, menampilkan gending angkat-angkatan dengan nafas sendiri, sehingga ada kekhasan daerah bisa muncul dalam ajang PKB ini. Selain gending, penilaian mendasar dari dewan juri adalah teknik gegedik, pukulan tutupan, teknik permaian, kecanggihan mambawakan lagu dan penjiwaan sesuai dengan karakter lagu dengan kekuata tekniknya. Menyatu antara gending, tenik dan “pengrasa” penjiwaan lalu yang tekahir baru tampilan gaya, polesan dalam penampilannya yang menjadi kreteria penilain.
Lomba gender wayang anak-anak ini bertujuan untuk menumbuhkan bibit bibit baru. Genre wayang ini termaruk karawitan kuno, gamelan tua, sehingga pada jaman dulu anak-anak itu tidak mungkin untuk mempelajari jenis gamelan ini. Tetapi kini, sistemnya sudah terbangun. Apalagi, sekarang ini ada gender wayang yang sangat banyak, demikian pula guru gender wayang mengajarkan dalam ekstra kurikuler di sekolah juga sudah ada, serta bertumbuhnya sanggar-sanggar seni yang melatih gender wayang membuat sangat mudah mendapatkan penabuh gender wayang.
Gusti Sudarta menegaskan, ajang PKB ini untuk memberikan kesempatan untuk mengukur kemampuan mereka dalam memainkan gamelan gender wayang. Tetapi, juara bukanlah tujuan utama. Tetapi, mereka sudah dapat tampil menyajikan apa yang menjadi pencapaian mereka menjadi yang terpenting. “Ini suatu suntikan kegaerahan mereka, sehingga lebih mencintai sesuatu yang langka. Dulu ini langka, tetapi sekarang termasuk banyak bibit-bitit baru bermunculan. Itu karena ketertarikan yang sudah tumbuh,” paparnya.
Sayangnya, seluruh kabupaten kota tidak semuanya berpartisipasi. Sebut saja pada PKB tahun 2023 ini, hanya Kabupaten Klungkung, Jembrana, dan Kabupaten Gianyar yang tampil hari ini. Besok, bakal tampil duta Kabupaten Tabanan, Badung, Karangasem dan Kota Denpasar. *