Ragam  

Upaya Bersama Berantas Kejahatan Digital

Perkembangan ekonomi berbasis digital tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga memunculkan kejahatan digital yang makin merajalela.

Kemajuan teknologi informasi telah mendorong terjadinya inovasi dan berkembangnya ekonomi berbasis digital. Revolusi itu juga dinikmati Indonesia dan negara bangsa di dunia.

Namun, adanya perkembangan ekonomi berbasis digital itu tidak hanya memberikan dampak positif. Melainkan juga, memunculkan kejahatan digital yang semakin merajalela.

Dilansir dari indonesia.goid, kisah dari Tri Sutriawan, seorang pensiunan pegawai bank swasta di Jakarta, bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat. Sehingga lebih berhati-hati terhadap sejumlah varian kejahatan keungan berbasis digital.

Ceritanya begini, Tri panggilan pegawai bank swasta itu baru saja pensiun di Januari 2023. Dari perusahaannya, dia mendapatkan uang pensiun Rp500 juta. Agar aman, Tri pun membagi uang pensiunnya di sejumlah rekening.

Persoalan bermula saat Tri sedang menuju Jakarta dengan menggunakan bis kota dan mendapat whatssapp (WA) dari nomor telepon tak dikenal.  Tanpa memeriksa dengan seksama, dia langsung membuka pesan itu dan membaca isinya.

Dalam pesan itu Tri diperintahkan untuk segera menjawab setuju atau tidak, terkait perubahan pengenaan biaya setiap transaksi. Lantaran menilai itu berkaitan dengan dana yang disimpannya di bank, maka Tri pun langsung mengisi list pertanyaan yang diajukan oleh pengirim pesan Whatsapp tersebut.

Ternyata, mengisi list pertanyaan itu bak membuka kotak pandora. Pasalnya, data diri Tri langsung berhamburan di dunia maya. Alhasil, si penipu seperti mendapat akses langsung untuk masuk ke rekening Tri.

Sehingga, tidak lebih dari sepersekian detik, dana pensiunan pegawai bank yang disimpan di bank swasta terbesar, senilai Rp150 juta, pun lenyap tak berbekas. Tri hanya bisa termangu menyadari kecerobohannya. Uang dari hasil berpeluh kerja puluhan tahun, lenyap dalam waktu singkat.

Bahkan upaya terakhir, yakni menghubungi bank swasta tempatnya penyimpan dana, demi mendapatkan solusi dari kasusnya, pun sia-sia. “Harap hati-hati terhadap modus penipuan pak,” ujar CS bank swasta tersebut.

Menanggapi kasus itu, Frederica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pusat Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan mengatakan, korban kejahatan jasa keuangan berbasis digital jenis itu sudah banyak sekali. “Kejahatan digital semakin merajalela,” ujarnya, dalam Forum Merdeka Barat 9 yang mengangkat tema ‘Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital’, pada Senin (21/8/2023).

Kiki, panggilan akrab Frederica Widyasari Dewi pun menjelaskan, pemerintah melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan 6.895 entitas, baik entitas investasi ilegal, pinjaman online ilegal, maupun gadai ilegal, sejak 2017 hingga 3 Agustus 2023.

Nilai Luar Biasa

Nilai kerugian masyarakat dari adanya keberadaan entitas investasi ilegal itu sangat luar biasa, yakni Rp139,03 triliun di periode yang sama. Lantas bagaimana sanksinya terhadap oknum yang melakukan aktivitas seperti itu dan merugikan masyarakat? UU P2SK telah mengaturnya. Di Pasal 305 UU P2SK mengatur soal sanksi dengan pidana lima tahun dan paling lama 10 tahun.

Selain pidana, pelaku juga terkena denda Rp1 miliar dan maksimal Rp1 triliun. Bila pelakunya sebuah badan usaha, maka badan usaha itu kena sanksi dan pimpinan perusahaan juga terkena sanksi.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa masyarakat masih acap “terbius” untuk ikut dalam aktivitas keuangan berbasis digital ilegal? Dalam rangka mengetahui itu, OJK pun melakukan sebuah survei nasional pada 2022.

Secara umum, survei OJK itu tidak hanya terfokus pada penegakan hukum. Melainkan juga, pada literasi keuangan dan edukasi masyarakat.

Data OJK menunjukkan, kini literasi keuangan masyarakat sudah mencapai sekitar 49,6 persen. Namun, literasi masyarakat terhadap keuangan digital baru sekitar 3,5 dari skala 5

Dari survei itu juga diperoleh potret bahwa selisih antara yang melek secara literasi dan inklusi keuangan masih tinggi. Bila pada 2013, gap antara yang hanya melek secara literasi dan inklusi keuangan mencapai 37,9 persen. Setelah sembilan tahun berselang, yakni pada 2023, gap kedua segmen itu masih berada di 39,4 persen.

Tekad Pemerintah

Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bertekad untuk terus memberantas kejahatan keuangan digital yang kian marak dan semakin canggih. Mulai dari pinjol ilegal sampai penipuan online yang merugikan masyarakat.

“Masalah keamanan di industri keuangan berbasis digital, tidak hanya menjadi isu di Indonesia, security in digital telah menjadi isu dunia,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi.

Oleh karenanya, Menkominfo menyoroti pentingnya literasi dan inklusi keuangan digital untuk melindungi masyarakat dari kejahatan keuangan digital. “Tantangan keamanan dalam ekosistem digital semakin kompleks. Berbagai bentuk kejahatan digital, mulai dari penipuan online hingga pinjaman online ilegal, terus berkembang dan menggunakan teknik yang semakin canggih,” ujar Budi.

Dia menggarisbawahi bahwa edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap risiko dan tindakan penipuan digital akan menjadi kunci utama dalam mengurangi dampak negatif dari kejahatan keuangan digital. Menkominfo mengimbau agar masyarakat bijak dalam menggunakan teknologi digital, memahami risikonya, dan melaporkan tindakan-tindakan mencurigakan yang terjadi di ruang digital.

Budi pun menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk memerangi kejahatan digital yang semakin maju. Salah satu langkah konkret yang diambil Kemenkominfo adalah peluncuran CekRekening.id, sebuah portal yang memungkinkan masyarakat melaporkan nomor rekening yang digunakan untuk penipuan.

“Sejak peluncurannya, portal ini telah menerima 486.000 laporan dari masyarakat yang menjadi korban penipuan keuangan ilegal,” sebut dia.

Pada forum yang sama, Kepala Eksekutif PEPK OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkap dampak serius dari investasi ilegal yang telah merugikan masyarakat. “Bahkan, banyak entitas ilegal yang menyamar sebagai legal, menipu banyak orang dan menyebabkan kerugian yang signifikan. Misalnya, kasus penipuan melalui panggilan telepon atau pesan Whatsapp yang mengaku sebagai perwakilan bank ternama,” katanya, seperti yang juga dialami nasabah bank bernama Tri Sutriawan.

Dia menegaskan, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah bekerja sama dengan 12 kementerian dan lembaga terkait untuk terus berupaya memberantas berbagai bentuk kejahatan keuangan. Meskipun upaya telah dilakukan, tantangan masih ada dan tindakan ilegal masih terus berkembang.

Menanggapi situasi ini, Kepala Biro Pengawas Penyidik (Karowassidik) Bareskrim Polri Brigjen Iwan Kurniawan menjelaskan, kebanyakan entitas ilegal yang juga mencari dukungan di luar negeri, membuat penanganan semakin rumit. “Pengungkapan kasus yang melibatkan unsur transnasional memerlukan kerja sama dengan negara-negara terkait. Meskipun undang-undang di antara dua negara mungkin berbeda, upaya kerja sama tetap dilakukan untuk mengatasi kejahatan transnasional,” ungkapnya.

Di sisi lain, tambah Friderica, terbitnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) nomor 4 tahun 2023 telah menjadi angin segar karena menghadirkan sanksi yang lebih tegas terhadap aktivitas keuangan ilegal, termasuk denda hingga Rp 1 triliun dan hukuman penjara 5 hingga 10 tahun.

Dia pun menekankan bahwa peran OJK bukan hanya mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, melainkan juga melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Maka dari itu, literasi keuangan, pengawasan market conduct, layanan pengaduan konsumen, dan penanganan investasi ilegal menjadi bagian penting dari misi perlindungan ini. *