FPCI Serukan Gencatan Senjata

Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun (kedua kanan) dan pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal (ketiga dari kanan) berkumpul dalam acara malam renungan di Kedubes Palestina di Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Jakarta (Lokapalanews.com) – Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, mengatakan gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina harus segera dilaksanakan.

“Yang jelas untuk jangka pendek, gencatan senjata harus dilaksanakan,” kata Dino melalui keterangan tertulisnya, dalam acara malam renungan di Kedubes Palestina di Jakarta, Kamis (2/11).

Acara malam renungan tersebut merupakan bentuk dukungan bagi Palestina yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Dino melanjutkan, gencatan senjata tersebut sudah diserukan oleh resolusi PBB yang keluar pada Jumat (27/10).

“Sayangnya Perdana Menteri (Israel) Bibi (Benjamin) Netanyahu telah menyatakan ‘no ceasefire’ atau tidak ada gencatan senjata, dan dia akan terus melancarkan perang yang sekarang ini dilakukan di Gaza secara membabi buta,” kata Dino, dilansir dari InfoPublik.id.

Dino mengatakan, bahwa yang mengakibatkan kematian dari lebih dari sepuluh ribu orang di Jalur Gaza adalah akibat dari serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh Israel.

Mantan duta besar Indonesia untuk AS tersebut berpendapat, bahwa sistem internasional yang ada sekarang perlu direformasi.

“Kalau kita lihat di Ukraina kemarin, Dewan Keamanan PBB lumpuh karena ada salah satu anggota yang selalu memveto. Di Palestina juga kita lihat selalu ada yang veto. Jadi, tidak ada konsistensi untuk melaksanakan tugas Dewan Keamanan,” kata Dino.

Pada kesempatan yang sama, salah satu mahasiswa Universitas Presiden (President University), R. Syaifullah Yusuf, menyuarakan dukungan terhadap Palestina dalam acara malam renungan tersebut.

Ia berpendapat, bahwa kemerdekaan Palestina harus diwujudkan karena sesuai dengan amanat UUD Pembukaan 1945 “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan, sedikitnya 9.061 orang tewas, termasuk 3.760 anak-anak dan 2326 wanita, sampai Kamis (2/11).

Selain itu, dilaporkan sedikitnya 32.000 orang lainnya terluka, termasuk 6360 anak-anak dan 4.891 wanita.

Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat, Palestina, korban tewas bertambah menjadi lebih dari 132 orang, 2.000 orang terluka, serta 1.900 orang ditahan oleh Israel sampai Kamis (2/11/2023).

Sedangkan, jumlah warga Israel yang tewas mencapai sedikitnya 1405 orang, termasuk 333 tentara dan 58 polisi.

Selain itu, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyatakan wartawan yang meninggal di Gaza akibat serangan Israel mencapai 31 orang.

Seperti dilansir sejumlah sumber, Hamas-gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis- telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel, Sabtu (7/10/2023).

Hamas mengklaim, serangan dengan nama Operasi Badai Al Aqsa itu untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi. Serangan itu juga disebut balasan atas tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.

Sementara itu, Pasukan Israel membalas serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi. Operasi itu menargetkan infrastruktur Hamas di Jalur Gaza.

Gaza adalah wilayah Palestina yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebelum diduduki oleh Inggris dari 1918 hingga 1948, dan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967. *