Jakarta (Lokapalanews.com) – Sekretaris Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Paudah, mengingatkan aparatur desa untuk bersungguh-sungguh dalam menangani gangguan tumbuh kembang pada anak atau stunting, agar tak hanya menjadi jargon belaka.
“Tolong ya, stunting jangan dijadikan jargon,” kata Paudah dalam keterangan yang tertulisnya, Rabu (15/11/2023).
Hal itu disampaikannya saat bertemu peserta pelatihan aparatur desa Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (14/11/2023).
Sebab, persoalan stunting akan menghambat rencana mewujudkan Indonesia Emas 2045, jika tidak ditangani dengan baik.
Menurut Paudah, Indonesia memiliki angka stunting yang sangat mengkhawatirkan berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2018.
“Angka itu besar sekali. Ini akan membebani pembangunan negara. Cita-cita untuk jadi negara maju pada 2045 bisa susah dicapai karena kita harus mengalihkan anggaran pembangunan untuk mengurus mereka,” katanya, dilansir dari InfoPublik.id.
Ia mengatakan, saat berbincang-bincang dengan peserta pelatihan yang berasal dari PKK dan Posyandu, mereka mengaku umumnya hanya mendapatkan anggaran sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per tahun yang digunakan untuk membayar honor dan kegiatan. “Kecil sekali. Mana cukup?” imbuhnya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah desa mengalokasikan anggaran yang cukup untuk kegiatan kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu).
Dia kemudian mencontohkan salah satu langkah yang bisa dilakukan kader PKK dan Posyandu di desa-desa untuk kesehatan ibu hamil adalah dengan pemberian tablet penambah darah.
“Tidak sehat-nya perempuan hamil karena kurangnya darah. Produksi otak tidak bagus kalau kurang tablet tambah darah,” ujarnya. *