PEMERINTAH menerbitkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan model omnibus law di tengah situasi perekonomian yang terpuruk sebagai imbas pandemi Covid-19. Mau tidak mau sebagai upaya menguatkan ketahanan (resiliensi) ekonomi nasional, maka sejumlah bauran kebijakan terus digulirkan. Apa saja?
Dilansir indonesia.go.id, bauran kebijakan itu mulai dari hilirisasi industri, penerapan digitalisasi, peningkatan kewirausahaan, hingga reformasi sistem perizinan melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Kebijakan yang dibuat juga termasuk pengendalian moneter dan fiskal.
Kehadiran UU Cipta Kerja menyederhanakan regulasi dan perizinan yang ditujukan untuk meningkatkan iklim usaha dan daya saing. Hal ini penting karena iklim usaha yang baik dapat menarik investasi yang berkualitas dan memberikan multiplier effect, termasuk bertambahnya lapangan kerja.
Hanya dengan pertambahan tenaga kerja terjadi pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi jumlah keluarga miskin di Indonesia. “Penyediaan lapangan kerja menjadi hal penting yang harus disiapkan. Pemerintah melakukan structural reform dengan penerbitan Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja untuk mendorong lapangan kerja yang lebih banyak dan inklusif,” ungkap Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman ekon.id, Kamis (14/12/2023).
Berbagai aturan turunan telah diselesaikan sejak dikeluarkan pertama kali UU Cipta Kerja. Implementasinya telah menjadi bagian dari upaya reformasi struktural yang dilakukan pemerintah, terutama dalam menanggulangi situasi makro ekonomi pada saat pandemi Covid-19. Pascaputusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020, keluarnya UU 6/2023 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah menjadi langkah tepat guna merespons situasi yang sangat tidak mudah di tataran global pada 2022 bagi fase pemulihan ekonomi Indonesia.
Selanjutnya, UU Cipta Kerja sendiri telah membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia dan divalidasi oleh laporan berbagai lembaga internasional. Berdasarkan laporan analisis World Bank pada publikasi Indonesia Economic Prospects (IEP) Desember 2022, reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja berdampak positif terhadap peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, bahkan mampu lebih tinggi dari PMA sebelum reformasi dilaksanakan. Total realisasi PMA meningkat rata-rata sebesar 29,4% pada lima triwulan setelah diterbitkan UU Cipta Kerja (pascakebijakan) dibandingkan prakebijakan pada lima triwulan sebelumnya.
Tidak hanya itu, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam publikasi “Product Market Regulation in Indonesia: An International Comparison” yang dirilis pada 12 Desember 2022 menyebutkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi awal, implementasi UU Cipta Kerja dapat mengurangi hambatan untuk FDI lebih dari sepertiga dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi hampir 10% pada tahun 2021.
Menyitir data BPS, total angkatan kerja Indonesia data per Agustus 2023 mencapai 147,71 juta orang atau bertambah 3,99 juta orang dibanding Agustus 2022. Sementara itu, penduduk yang bekerja sebanyak 139,85 juta orang atau naik sebanyak 4,55 juta orang dari Agustus 2022.
Dengan demikian, jumlah tenaga kerja yang diserap lebih tinggi dari penambahan jumlah angkatan kerja baru. Selain itu, proporsi pekerja formal pun terus mengalami peningkatan yang didorong oleh bertambahnya proporsi penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai.
Selain mendorong kemudahan berusaha untuk mendukung iklim investasi di sektor formal, pemerintah juga terus mendorong kewirausahaan yang berperan signifikan dalam penciptaan lapangan usaha dan peningkatan inovasi. Pengembangan ekosistem kewirausahaan juga sejalan dengan kebijakan Perpres nomor 2 tahun 2022. Aturan itu bertujuan memperkuat, menumbuhkan, dan mengembangkan ekosistem kewirausahaan yang berorientasi pada nilai tambah dan pemanfaatan teknologi, sehingga potensi, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki generasi muda Indonesia dapat dioptimalkan.
Untuk meningkatkan produktivitas lebih tinggi lagi, pemerintah terus melakukan upaya transformasi ekonomi digital mengingat Indonesia memiliki potensi signifikan berupa populasi yang besar, pangsa pasar yang luas, adopsi teknologi yang tinggi, serta digitalisasi ekonomi dan keuangan yang terus meningkat.
Seturut demikian, pada Rabu (6/12/2023), pemerintah telah meluncurkan Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030 yang menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan pengembangan ekonomi digital serta menjadi rujukan dalam menentukan posisi Indonesia di dunia internasional.
Salah satu pilar utama yang tercakup dalam buku tersebut yakni mewujudkan ekosistem bisnis yang produktif, maju, dan bernilai tambah tinggi melalui digitalisasi sektor ekonomi prioritas seperti manufaktur, perdagangan, dan pertanian. Dalam hal ini, pemerintah juga turut melakukan penguatan ekosistem start-ups guna mendorong penciptaan lapangan kerja melalui Program HUB.ID Accelerator, Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, hingga Start-up Studio.
Selain itu, pengembangan ekonomi digital harus juga disertai dengan peningkatan literasi digital. Berbagai inovasi dan kerja sama yang telah dilakukan pemerintah, terutama di sektor digital serta pendidikan dan pelatihan seperti kerja sama antara pemerintah dengan Apple Academy, Monash University, King College, dan IBM.
Diakui oleh Prof. Nindyo Pramono Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), belakangan ini investor merespons dengan positif upaya reformasi struktural yang diwujudkan melalui UU Cipta Kerja. Beleid tersebut telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan investasi di Indonesia.
Perubahan ini tecermin melalui laporan Institute for Management Development World Competitiveness Yearbook 2023. Menurut laporan tersebut, Indonesia berhasil menempati peringkat 34 dari total 64 negara yang dinilai.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari