Jakarta (Lokapalanews.com) – Badan Legislasi DPR RI kembali menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) Pengharmonisasian RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Rabu (22/5/2024). Dalam forum tersebut, Anggota Baleg DPR RI I Nyoman Parta mengingatkan Komisi X agar dalam pembahasan RUU Kepariwisataan dapat melibatkan pelaku pariwisata di Bali.
Mengingat, Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki keunikan di berbagai hasil seni dan budayanya. “Hasil komunikasi kami dengan pihak stakeholder di Bali khususnya, belum pernah diundang. Jadi kalau berbicara tentang pariwisata tentu saya berharap teman-teman stakeholder di Bali diundang untuk memberikan masukan dalam rangka memperkuat isi dan substansi dari undang-undang (pariwisata) yang mau direvisi ini,” kata Nyoman Parta di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Sementara itu, dalam penyusunan RUU Kepariwisataan tersebut Nyoman menekankan pentingnya isi Bab 9 Bagian Keempat dari Pasal 46 tentang Standardisasi. Ia menyebut, penerapan standar CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) menjadi instrumen penting yang perlu diterapkan untuk menjaga wisatawan dapat berwisata dengan aman dan nyaman.
“Jadi kalau berbicara tentang pariwisata tentu saya berharap teman-teman stakeholder di Bali diundang untuk memberikan masukan dalam rangka memperkuat isi dan substansi dari undang-undang (pariwisata),” katanya.
“Kemarin waktu kita mengalami dihadapkan pada Covid-19, Bapak/Ibu tahu bahwa pariwisata sangat terpukul, cuma dengan penerapan penerapan standar CHSE jadi iklim cleanlines, health, safety, and environment itu memiliki dampak yang sangat positif menjaga dan mempercepat proses pulih,” jelas Legislator Dapil Bali tersebut.
Selain itu, Nyoman Parta juga menyoroti perihal pentingnya Pasal 71 yang menjelaskan tentang pentingnya perusahaan-perusahaan yang terlibat dan bergerak di bidang kepariwisataan untuk diwajibkan masuk dan membuat asosiasi. Sehingga, nantinya dapat lebih tertib dan terkoordinir dengan baik di lapangan.
“Karena selama ini banyak perusahaan yang sesungguhnya usahanya sejenis, baik itu travel maupun destinasi yang lain, usahanya sejenis tetapi tidak mau masuk ke asosiasi, tidak mau masuk, sehingga dia menjadi kurang terkoordinir di lapangan,” katanya. *672