Jakarta (Lokapalanews.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menunggu tindak lanjut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan batas minimal usia calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2024.
Hal itu disampaikan Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, melalui keterangan resmi, baru-baru ini.
“Dalam konteks ini kita sedang menunggu tindak lanjutnya, seperti apa dilakukan oleh KPU ketika memang ini putusan-nya sudah dinyatakan final dan mengikat,” kata Lolly.
Menurut Lolly, Bawaslu akan menghormati seluruh putusan yang dikeluarkan oleh MA. Pasalnya, Bawaslu merupakan pengawas pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
“Maka kita tentu akan menghormatinya sebagai sebuah hal yang harus dilaksanakan oleh Bawaslu,” katanya.
Selain itu, Lolly mengaku belum ada komunikasi dari KPU ke Bawaslu terkait rencana perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Komunikasi soal ini tidak ada ya, karena kan memang semuanya sudah menjadi wacana publik,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik mengaku belum menerima file putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan mencabut aturan soal batas minimal usia calon kepala daerah.
“Dalam konteks prinsip berkepastian hukum, KPU harus tunggu file putusan yang dimaksud dipublikasikan secara resmi oleh MA,” kata Idham melalui keterangan resmi dikutip InfoPublik, Kamis (30/5).
Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah.
Keputusan itu tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu (29/5).
Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
MA menyatakan, bahwa pasal dalam peraturan KPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “…berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.
Diketahui, pasal itu berbunyi bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur dengan memenuhi persyaratan berusia paling rendah 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. Dengan dikabulkan-nya permohonan Partai Garuda maka terdapat perubahan pada syarat batas minimal usia dan titik penghitungan usia calon.
Dalam pertimbangannya, MA berpendapat bahwa penghitungan usia bagi calon penyelenggara negara, termasuk calon kepala daerah harus dihitung sejak tanggal pelantikannya atau sesaat setelah berakhirnya status calon tersebut sebagai calon, baik sebagai calon pendaftar, pasangan calon maupun calon terpilih.
Menurut lembaga peradilan tersebut, apabila titik penghitungan usia calon kepala daerah dibatasi hanya pada saat penetapan pasangan calon, maka ada potensi kerugian bagi warga negara atau partai politik yang tidak dapat mencalonkan diri atau mengusung calon kepala daerah yang baru akan mencapai usia 30 tahun bagi gubernur/wakil gubernur dan 25 tahun bagi bupati/wakil bupati ketika telah melewati tahapan penetapan pasangan calon. *821