Medan – TNI Angkatan Udara (AU) akan memiliki kewenangan penuh sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran kedaulatan udara Indonesia. Dukungan ini mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara yang tengah digodok Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah ini diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum terhadap ancaman di wilayah udara nasional yang semakin kompleks.
Anggota Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara, Mori Hanafi, menekankan pentingnya kewenangan penyidikan bagi TNI AU. Ia mengungkapkan hal ini usai kunjungan kerja Pansus ke Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosek) 1 di Medan, Sumatera Utara, Kamis (22/5/2025). Kunjungan tersebut memperlihatkan betapa canggihnya peralatan deteksi udara milik TNI AU, namun di sisi lain, menyoroti lemahnya penegakan hukum yang ada saat ini.
“Kami melihat langsung bagaimana pesawat dengan izin melintas diproses. Namun, laporan dari Kosek 1 menunjukkan masih banyak pelanggaran terjadi,” ujar Mori. Ia menambahkan, meskipun TNI AU memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan hingga memaksa pendaratan pesawat yang melanggar, regulasi pidana pasca-pendaratan masih sangat lemah.
Mori menyoroti ketidakseimbangan antara biaya operasional dan sanksi yang ada. “Ketika pesawat sudah di darat, tidak ada aturan pidananya, dan dendanya sangat kecil. Padahal, untuk menurunkan satu pesawat pelanggar, kita harus menerbangkan pesawat tempur F-16 dari Pekanbaru yang biayanya bisa ratusan juta, sementara dendanya tidak sepadan,” keluh politisi Fraksi Partai NasDem tersebut.
RUU Pengelolaan Ruang Udara ini bertujuan untuk menciptakan kerangka hukum yang komprehensif guna memperkuat keamanan dan kedaulatan Indonesia dari berbagai ancaman udara. Permasalahan yang kerap muncul akibat regulasi yang lemah meliputi insiden nyaris tabrakan antara pesawat sipil dan militer, pelanggaran wilayah oleh drone, serta pembangunan bandara yang berpotongan dengan zona latihan militer.
Komandan Kosek 1 Marsma TNI Imam Subekti, S.T., M.IR., memaparkan berbagai ancaman udara yang dihadapi Indonesia. Ancaman tersebut meliputi wahana berawak dan tak berawak (UAV) yang berpotensi mengancam kedaulatan, pesawat yang melanggar ketentuan penerbangan, serta pelanggaran wilayah udara terlarang dan terbatas.
Mori Hanafi menambahkan bahwa RUU ini akan mengatur secara rinci mengenai sanksi pidana dan denda, serta pihak yang berwenang melakukan penyidikan. “Nantinya, penyidik utama tentu dari Angkatan Udara. Namun, ada juga usulan untuk memberdayakan PNS sipil. Ini masih dalam pembahasan, tetapi kami sepakat bahwa undang-undang ini harus mengatur aturan pidana dan penyidiknya,” jelasnya.
Kosek 1 juga menjelaskan prosedur penindakan terhadap pelanggaran wilayah udara. Prosedur tersebut dapat didelegasikan Presiden kepada Panglima TNI atau Pangkoopsudnas, dimulai dari pembayangan, penghalauan, pemaksaan pendaratan (force down), hingga penghancuran dalam kondisi tertentu yang mengancam keselamatan negara.
Pansus berharap RUU ini dapat menciptakan keseimbangan optimal antara kepentingan militer dan sipil dalam pengelolaan ruang udara. Tujuannya adalah demi keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara menyeluruh. *R101
TNI-AU Berwenang Jadi Penyidik, Kedaulatan Udara Menguat
