Jakarta (Lokapalanews.com) – Komisi XIII DPR RI mendorong pembukaan blokir anggaran Komisi Nasional Disabilitas (KND) sebesar Rp3 miliar. Hal ini dibahas dalam rapat dengar pendapat umum bersama KND di Gedung DPR RI, Rabu (30/4).
Wakil Ketua Komisi XIII, Sugiat Santoso, menyampaikan dukungan penuh agar KND bisa menjadi mitra kerja Komisi XIII dalam perspektif hak asasi manusia. Ia menegaskan, Komisi XIII akan memperjuangkan aspirasi tersebut secara maksimal.
“Kami akan berupaya supaya anggaran Komnas Disabilitas yang diblokir itu bisa dibuka kembali. Ini penting agar KND dapat menjalankan fungsinya secara optimal,” ujar Sugiat.
Diketahui, dari total anggaran sebesar Rp6,9 miliar yang dialokasikan untuk KND, Rp3 miliar di antaranya mengalami pemblokiran. Situasi ini dinilai menghambat kerja-kerja strategis lembaga tersebut.
Dalam pertemuan itu, Komisi XIII juga meminta data daerah-daerah yang belum memiliki peraturan daerah (Perda) inklusi dan rencana aksi yang berpihak pada penyandang disabilitas. DPR ingin mendorong pemda agar segera menyusun kebijakan inklusif.
Anggota Komisi XIII, Maruli P. Siahaan, menekankan pentingnya pendataan akurat penyandang disabilitas antar lembaga, serta sinergi lintas kementerian untuk memperkuat perlindungan dan pemberdayaan disabilitas.
Ia juga menggarisbawahi urgensi pengalokasian APBN dan APBD untuk sektor disabilitas. Termasuk pendidikan, pelatihan, kesehatan, ekonomi kreatif, serta peningkatan partisipasi sosial para penyandang disabilitas.
“Kita ingin pemberdayaan nyata. Di sektor UMKM, misalnya, perlu ada pelatihan, akses permodalan, hingga pemasaran untuk pelaku usaha disabilitas,” jelas Maruli.
Komnas Disabilitas dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa cakupan tugas mereka sangat luas dan kompleks. Dengan anggaran terbatas dan pemblokiran saat ini, mereka kesulitan menjangkau kebutuhan riil masyarakat disabilitas.
KND juga mengingatkan pentingnya pemerintah dan BUMN/BUMD mematuhi amanat UU No. 8 Tahun 2016 untuk mempekerjakan minimal 2 persen penyandang disabilitas. Sementara sektor swasta diwajibkan menyerap 1 persen tenaga kerja disabilitas.
Selain itu, KND mengadvokasi penggunaan bahasa yang lebih berperspektif hak. Istilah “cacat” dan “tuna” diusulkan dihapus, diganti dengan terminologi yang mencerminkan penghormatan terhadap martabat penyandang disabilitas.
KND menekankan bahwa paradigma penyandang disabilitas harus bergeser dari charity-based menjadi right-based. Setiap warga negara memiliki hak yang setara untuk terlibat dan berkontribusi dalam pembangunan nasional. *R104