KEHIDUPAN manusia terus berkembang dari waktu ke waktu, manusia sebagai mahluk yang mempunyai akal dan fikiran terus mengembangkan teknologi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Inovasi-inovasi yang dilakukan manusia sudah merambah kearah meniru kecerdasan manusia yang sedang trend saat ini yaitu artificial intelligence (AI).
Saat ini, AI telah banyak digunakan di berbagai aplikasi seperti search engine, asisten virtual seperti Siri, Google Assistant, dan Cortana. Selain itu, pengembangan AI telah mencapai tingkat yang mengagumkan, salah satunya adalah penggunaannya dalam kendaraan otonom (self-drive) yang memungkinkan kendaraan melaju dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia.
Fungsi AI sendiri telah merambah ke dunia hukum, dan di beberapa negara telah menggantikan fungsi hakim dalam hal penegakan hukum dan di Indonesia sendiri AI telah pernah di uji coba untuk mengikuti ujian profesi advokat melalui uniform bar exam. Hal ini tentunya membuat geger beberapa kalangan hukum karena peran AI sendiri belum diatur dalam peraturan perundang- undangan yang ada dan AI sendiri apakah dianggap cakap untuk melakukan perbutaan-perbuatan hukum.
Sementara, karakteristik AI dalam otomatisasi pengolahan informasi membuatnya dapat disamakan sebagai “Agen Elektronik” di dalam Peraturan-Perundangan Indonesia. Di dalam Pasal 1 UU ITE, “Agen Elektronik” didefinisikan sebagai “Perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang”.
Setelah menganalisa karakteristik AI, serta definisi agen elektronik UU ITE, dapat disimpulkan bahwa AI sesungguhnya masuk di dalam definisi agen elektronik. Hal ini berarti segala kewajiban hukum serta pertanggung jawaban hukum agen elektronik melekat pada penyedia perangkat AI.
AI adalah sebuah perangkat sistem elektronik untuk mengolah informasi elektronik secara otomatis yang dijalankan sebuah entitas (subjek hukum). Yang berarti, entitas yang menyelenggarakan perangkat elektronik ini memiliki pertanggungjawaban sebagai agen elektronik dan penyelenggara sistem elektronik.
Dalam Pasal 21 UU ITE menyinggung akan pengaturan agen elektronik pada saat pelaksanaan transaksi elektronik. Dalam UU ITE, penyelenggara agen elektronik pada dasarnya merupakan penyelenggara sistem elektronik. Mengapa? Ini karena sesungguhnya agen elektronik merupakan bentuk dari suatu penyelenggaraan sistem elektronik. Yang berarti, segala hak dan kewajiban penyelenggara sistem elektronik berlaku mutatis mutandis terhadap penyelenggara agen elektronik.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa AI tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum sehingga AI hanya sebagai perantara dan subjek hukum yang sesungguhnya adalah orang yang mengendalikan AI itu sendiri.
Saat ini pengaturan hukum mengenai AI hanya sebatas UU ITE yang aspeknya menurut penulis belum lengkap, hal ini sangat perlu diberi perhatian khusus jangan sampai terjadi penyalahgunaan fungsi dari AI itu sendiri, yang sangat dikhawatirkan apabila AI sendiri digunakan untuk melakukan tindak kejahatan yang merugikan orang lain.
Untuk itu kedudukan hukum AI di Indonesia masih membutuhkan regulasi yang lebih jelas dan rinci. Namun, sebagai subjek hukum dan teknologi yang semakin penting, AI dapat diatur oleh undang-undang yang ada dan memiliki tanggung jawab hukum dalam beberapa kasus-kasus tertentu. *
Tulisan dari:
– Annie Long Ashton, Mahasiswa FH Unwar
– Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, S.H., M.H., dan I Made Minggu Widyantara, S.H., M.H., Dosen FH Unwar