Ragam  

BRIN Kukuhkan Tiga Peneliti Ahli Utama Jadi Profesor Riset

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia.

Jakarta (Lokapalanews.com) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengukuhkan tiga peneliti ahli utama BRIN menjadi professor riset, untuk meningkatkan dan menguatkan dunia riset serta inovasi di Indonesia.

Wakil Kepala BRIN, Amarulla Octavian, menyampaikan dengan dikukuhkanya tiga peneliti ahli utama BRIN menjadi professor riset, maka status sebagai Profesor Riset harus ditunjukkan dengan kinerja yang semakin andal.

Amaraulla menegaskan bahwa terdapat lima poin penting untuk dilaksanakan oleh profesor riset. Pertama, seorang profesor riset harus mampu melakukan riset berkualitas dan berkontribusi pada pengetahuan di bidang kepakaran terkait

Kedua, mampu membimbing periset lain ataupun mahasiswa. Ketiga, mampu memberikan ide, masukan, dan strategi dalam pengembangan kebijakan riset dan inovasi, baik di bidang kepakaran yang bersangkutan ataupun peran manajerial.

Ketiga peneliti ahli utama dengan kepakarannya masing-masing akan melakukan orasi ilmiah, yang merupakan saripati dari riset yang telah dilakukan selama ini.

“Selanjutnya yang keempat, mampu berkolaborasi dengan berbagai mitra baik nasional maupun global. Dan yang terakhir adalah dapat berperan aktif tidak hanya pada ruang lingkup organisasi, namun juga secara luas sebagai pengabdian terhadap masyarakat,” ujar Amarulla Octavian, dilansir siaran pers BRIN, Rabu (24/4).

Sebagai informasi bahwa ketiga peneliti ahli utama yang dikukuhkan dengan kepakarannya masing-masing akan melakukan orasi ilmiah pada Kamis (25/4) 2024 di Auditorium BRIN. Orasi tersebut merupakan saripati dari riset yang telah dilakukan selama ini.

Profesor riset dengan kepakaran Optik yang telah dikukuhkan, Isnaeni, secara konsisten melakukan penelitian atas masalah efisiensi energi listrik dan pencemaran lingkungan, dengan menghadirkan quantum dots karbon sebagai solusinya.

“Quantum dots adalah partikel berukuran skala nanometer, di mana terjadi pengurungan elektron yang menyebabkan tingkat energi dalam quantum dots bersifat diskrit dan menghasilkan sifat yang unik,” ujar Isnaeni.

Sedangkan quantum dots karbon adalah jenis quantum dots yang dapat dibuat dari bahan limbah domestik, memiliki keunggulan sifat optik yang baik, dan mudah disintesis. Penggunaan satu jenis quantum dots karbon pada LED berhasil menciptakan warna lampu kuning, merah, jingga, hingga putih. Selain tidak bersifat toksik, quantum dots karbon juga sensitif terhadap logam berat. “Hasil pengembangan ini tentu akan sangat bermanfaat bagi pemantauan polusi logam berat pada perairan sungai, danau, dan lautan,” katanya.

Profesor riset dengan kepakaran Cuaca dan Iklim Ekstrem, Erma Yulihastin, tekun melakukan penelitian terkait model prediksi hujan yang akurat untuk wilayah Indonesia.

“Salah satu penyebab model global memiliki bias prediksi hujan terbesar di wilayah Indonesia adalah komposisi wilayah laut dan darat serta distribusi topografinya yang kompleks,” ujar Erma.

Erma menjelaskan, pengembangan metode kopel model antara komponen atmosfer dan laut berguna untuk memperbaiki prediksi onset hujan ekstrem berbasis model dinamik skala meso. Metode itu selanjutnya disebut Sistem Pendukung Keputusan Numerical-based Atmosphere-ocean prediction and Knowledge Using deep Learning Artificial Intelligence (NAKULA).

“Pengembangan NAKULA merupakan salah satu solusi kemandirian nasional dalam teknologi prediksi cuaca ekstrem agar dapat menghasilkan dataset prediksi cuaca resolusi tinggi untuk wilayah Indonesia,” ujarnya.

Profesor riset dengan kepakaran Pencemaran Laut, Muhammad Reza Cordova mengungkapkan, Indonesia dianggap sebagai penghasil sampah plastik laut terbesar kedua. Namun, dari hasil riset yang dilakukannya, angkanya lebih kecil dua hingga enam kali dari klaim modelling secara global.

“Perhitungan tersebut menjadi dasar pengurangan kebocoran sampah plastik laut untuk periode delapan tahun, terhitung sejak 2018 sampai 2025, yakni sebesar 70 persen. Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut,” ungkap Reza yang merupakan kandidat professor riset termuda di BRIN..

Reza menerangkan bahwa implementasi data dasar dan strategi yang dirumuskannya, menunjukkan bahwa selama periode 2018 hingga 2023, produksi sampah di laut di Indonesia diklaim sudah berkurang hingga 41 persen. *802