Kolom  

Tanggapan terhadap Survei Polri (2024)

Oleh Dr. I Wayan Sudirta, S.H., M.H.*

Dr. I Wayan Sudirta, S.H., M.H.

DALAM survei yang dilakukan oleh Kompas terhadap citra lembaga negara yang dilakukan pada periode 27 Mei hingga 2 Juni 2024, menunjukkan tingkat kepercayaan atau kepuasan masyarakat terhadap lembaga negara. Survei tersebut menunjukkan bahwa institusi TNI dan Polri meraih dua tingkat teratas yakni dengan 89,8% dan 73,1 %. Angka ini oleh Kompas juga dikatakan telah meningkat dari tahun sebelumnya. Hasil survei ini sebenarnya menunjukkan juga tingkat kredibilitas dan kesadaran masyarakat terhadap eksistensi lembaga tersebut.

Saya sebagai Anggota Komisi III DPR RI yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), dan Keamanan, dalam hal ini ingin menanggapi terkait dengan citra masyarakat terhadap institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Telah banyak survei yang dilakukan untuk mengukur citra atau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap Polri, yang dianggap memiliki peran yang sangat bersentuhan dengan masyarakat luas. Dari berbagai data yang saya pernah temukan, dalam kaitannya dengan citra Polri, tingkat kepuasan masyarakat terhadap Polri relatif mendapat angka yang tinggi dari tahun ke tahun, yakni berada di kisaran 70-80an persen. Angka ini tentu terkadang fluktuatif, seiring dengan berbagai fenomena atau dinamika kasus di masyarakat. Sebagai contoh, angka ini pernah merosot di pertengahan tahun 2022 akibat kasus Irjen FS dan kaitan dengan perjudian “303”, atau viralnya tagar #PercumaLaporPolisi. Namun begitu, sederet peningkatan juga ditunjukkan Polri seperti penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, pengungkapan berbagai kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan sejumlah keberhasilan dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban di sejumlah wilayah. Polri dinilai lebih baik dalam upaya menggunakan pendekatan humanis dan restoratif.

Polri yang kini memiliki tagline Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) saat ini berada dalam tahap Polri yang strive for excellence; berevolusi dari Polri yang modern, profesional, dan terpercaya (Promoter). Dalam tahap ini, Polri tentu ditargetkan untuk memiliki strategi yang lebih baik dalam peningkatan kualitas dan profesionalitas. Strategi tersebut antara lain adalah pemanfaatan teknologi informasi yang canggih dan terpercaya, peningkatan kualitas sistem pelayanan publik yang responsif dan bersih, dan implementasi reformasi kultur dan struktur. Dalam “menakar” tingkat presisi citra Polri, saya ingin mengevaluasi ketiga strategi ini.

Pertama, saya ingin melihat Polri dalam upaya memanfaatkan kemajuan teknologi informasi di era revolusi industri 5.0 ini, saya melihat bahwa Polri telah berupaya mengimplementasi berbagai kemajuan teknologi dalam masterplan fungsi-fungsi Polri, seperti pada Divisi Teknologi dan Informasi Komunikasi (DivTik), lalu lintas, pelayanan masyarakat, dan penegakan hukum. Polri dengan dukungan anggaran yang cukup tinggi mencoba memanfaatkan berbagai alat canggih maupun penggunaan sistem perangkat lunak yang lebih baik dalam mengoptimalkan fungsi Polri. Hal ini terlihat pada penggunaan e-tle pada sejumlah titik lalu lintas dengan command center-nya, penggunaan aplikasi cepat tanggap (101), dan sistem data (Pusiknas) menunjukkan keseriusan Polri dalam melakukan pengkinian sarprasnya. Namun begitu, tentu masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan, terutama karena masih adanya kekurangan kapasitas Sumber Daya Manusia, jaringan dan infrastruktur di sejumlah wilayah, dan kapasitas sistem data yang belum sepenuhnya mandiri.

Kedua, mengenai sistem pelayanan publik. Komisi III DPR RI juga menemukan sejumlah inovasi dan upaya peningkatan sistem layanan publik secara lebih cepat, sederhana, dan bersih. Penggunaan e-tle atau e-tilang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan hukum masyarakat dalam berlalu lintas sekaligus mencoba menutup celah suap/negosiasi ilegal. Pelayanan SIM dan STNK juga dapat dilakukan dengan sistem aplikasi yang memudahkan masyarakat dan meminimalisasi korupsi. Pelayanan pelaporan masyarakat terhadap dugaan kejahatan atau kriminal juga dibuat lebih mudah melalui sebuah sentra pelayanan terpadu di berbagai wilayah. Akan tetapi sejumlah temuan juga masih terjadi, misalnya dalam penanganan perkara dan kegiatan penatausahaan yang masih kurang tertib administrasi, masih adanya sejumlah kekerasan dalam kegiatan unjuk rasa (represif), dan pungutan liar (pungli) di sejumlah sektor layanan, walaupun kini tengah jauh berkurang.

Selanjutnya terkait dengan reformasi kultur dan struktur yang ditujukan untuk meningkatkan integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas Polri. Sejumlah kemajuan juga dicatatkan oleh Polri yakni dengan mereformasi sistem penempatan jabatan dan meritokrasi sistem mutasi, rotasi, dan promosi, dengan reward and punishment; atau penggunaan sistem pengaduan masyarakat dalam melaporkan anggota yang diduga melanggar (Dumas Presisi). Akan tetapi, masih juga ditemukan beberapa pelanggaran seperti keterllibatan oknum dalam penyalahgunaan Narkoba, penggunaan kekerasan, keterlibatan dalam sejumlah bisnis ilegal (backing), hingga penyalahgunaan kewenangan oleh oknum tertentu yang mengganggu citra independensi dan netralitas Polri. Demikian pula masih belum transparannya sistem rekrutmen, pengisian jabatan, dan penanganan perkara menjadi hal yang masih diragukan oleh masyarakat.

Oleh sebab itu, dengan peningkatan citra Polri dan tingkat kepuasan masyarakat ini, saya berharap agar Polri tidak cepat berpuas diri dan dapat terus berevolusi atau meningkatkan kemampuannya, terutama dalam peningkatan profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas. Anggaran dan kebijakan terkait fungsi dan kewenangan Polri yang banyak dan memadai, tentu diharapkan memberi kuantitas dan kualitas output yang seimbang. Beberapa kelemahan yang masih ditemukan tersebut, tentu menjadi evaluasi bagi Polri untuk dapat meningkatkan peran dan fungsinya di masyarakat. Saya berharap agar dalam suasana menuju 78 tahun Polri, yang masih penuh tantangan dan ancaman, Polri dapat terus mawas diri dan termotivasi untuk meningkatkan integritas dan kualitasnya, sehingga dapat juga mencapai tingkat tertinggi dalam kepuasan masyarakat maupun citra positif Polri.

*Penulis adalah Anggota Komisi III DPR RI-FPDIP