Jakarta (Lokapalanews.com) – Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto menyoroti soal isu penyebab monopoli dan persaingan usaha yang sehat. Menurutnya, predatory pricing menjadi salah satu akar masalah yang membuat persaingan usaha di dalam sektor manapun menjadi tidak sehat. Hal ini terjadi, ungkapnya, karena pemerintah Indonesia kerap kebobolan soal impor ilegal.
Ia khawatir jika regulasi tidak diperbaiki, termasuk Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, maka impor ilegal tidak bisa tertangani. Jika dibiarkan, sebutnya, predatory pricing akan semakin merajalela, sehingga semakin mempersulit roda perekonomian rakyat Indonesia untuk bertahan, tumbuh, bahkan berkembang.
Terbukti, fenomena ini telah menghantam keras sektor tekstil di Indonesia. Sejak 4 tahun terakhir, perusahaan-perusahaan tekstil di Indonesia sulit bertahan, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk. Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM pada bulan Juni 2024 lalu, kerugian negara diperkirakan akibat impor tekstil ilegal membuat kehilangan pendapatan hingga Rp6,2 triliun setiap tahunnya.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan Pakar Ekonomi Indonesia In Dr. Ir. Benny Pasaribu, MEc., PhD. terkait agenda memperoleh pandangan dan masukan untuk perubahan UU Nomor 5 Tahun 1999 di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).
“Predatory pricing ini terjadi dan Ilegal impor itu sulit diberantas. Jika dibiarkan, bahkan perusahaaan besar bisa pailit. Sebenarnya bukan tunggal karena Permendag nomor 8 (delapan) itu saja, namun sejak lama karena ilegal impor. Ini salah kaprah kalau hanya menyalahkan permendag saja,” ujar Darmadi, dilansir Parlementaria.
Oleh karena itu, politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu memperjuangkan perubahan UU Nomor 5 Tahun 1999. Di sisi lain, dirinya juga mendukung penguatan kewenangan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Selain mengawasi, baginya, KPPU dinilai perlu menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum supaya ekosistem usaha menjadi lebih sehat.
“Mudah-mudahan, karena ini sudah memasuki periode kepemimpinan yang baru semoga revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 bisa dimasukkan ke dalam Prolegnas 2025-2029,” katanya. *101