I Wayan Sudirta Dorong Sanksi bagi Penyidik yang Lalai KUHAP

Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta, saat RDPU Komisi III DPR RI terkait penyusunan RUU Hukum Acara Pidana bersama para ahli hukum di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/4). Foto: Dep/vel

Jakarta (Lokapalanews.com) – Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menyampaikan pandangan dan kritiknya terhadap sistem hukum di Indonesia yang menurutnya masih harus diperkuat dan diperbaiki melalui RUU Hukum Acara Pidana.

Terkait restorative justice, Wayan Sudirta menegaskan harus diatur kembali apabila terjadi perdamaian menjelang eksekusi perkara. Meskipun restorative justice ini sudah diterapkan pada peraturan Mahkamah Agung, kejaksaan, dan kepolisian, namun peraturan tersebut belum menjawab untuk hal seperti itu.

“Jika di kepolisian sudah ada, di kejaksaan sudah ada, lalu di mahkamah sudah ada, kita rangkum dalam satu undang-undang, itu sudah memadai. Yang belum dijawab oleh peraturan mahkamah agung, kejaksaan dan kepolisian adalah, bagaimana kalau sudah putus, menjelang eksekusi ada perdamaian? Itu tidak diatur. Pertanyaannya, apakah tidak perlu diatur? Karena praktek nya, mereka baru mulai sadar, mulai agak mereda ketegangannya antara pelapor dan terlapor itu, justru setelah ada putusan,” ujarnya dalam RDPU Komisi III DPR RI terkait penyusunan RUU Hukum Acara Pidana bersama para ahli hukum di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/4).

Menurutnya dengan diatur kembali restorative justice dapat mengurangi beban pelaksanaan hukuman terhadap pelaku kejahatan, seperti mengurangi kepenuhan penjara. Sehingga apabila hal tersebut dapat menyelesaikan masalah, menurutnya merupakan hal yang bagus untuk diatur kembali.

“Saya pribadi, menganggap itu sangat perlu. Karena itu bisamengurangi kepenuhan penjara. Setiap saat kita bisa menyelesaikan masalah, yang menyebabkan tidak memenuhi penjara, menurut saya itu bagus,” ungkapnya, dilansir Parlementaria.

Selain itu, ia menyoroti hal penting terkait sanksi terhadap penyidik. Ia mengkritisi tidak ada sanksi yang diatur dalam KUHAP bagi penyidik yang melakukan kesalahan, meskipun orang yang dituduh ditahan berbulan-bulan atau bertahun-tahun akhirnya dibebaskan, sementara polisi yang melakukan kesalahan tidak mendapat hukuman apapun.

“Kita mencari pasal dari pasal 1 sampai terakhir di KUHAP, tidak ada sanksi apapun terhadap penyidik jika dia melakukan kesalahan. Orang sudah ditahan berbulan-bulan, bertahun-tahun, bebas. Ada nggak sanksi bagi polisi? Tidak ada. Dulu kami meminta sanksi itu ketika tahun 1981, ditolak. Karena alasannya polisi pada waktu itu sedang belajar, jangan terlalu keras. Polisi kalau diberi sanksi, mereka takut menyidik. Nanti kejahatan merajalela. Saya respect,” katanya.

Ia menegaskan kembali adanya ketidakadilan dalam sistem hukum ini. Sehingga ia mendorong dan mengusulkan untuk diberlakukan sanksi atas penyidik yang tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Sudah waktunya kita beri sanksi. Orang yang dituduh melakukan kejahatan, tahu-tahu bebas. Kalau rakyat menuduh orang lain melakukan kejahatan, padahal tidak, kan dihukum. Tapi kalau polisi sudah menuduh orang jahat, lalu bebas, tapi dia tidak ada sanksi apapun tentang itu,” pungkasnya. *R101