Kebebasan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi yang harus dijaga oleh negara. Namun, insiden teror berupa pengiriman kepala babi ke kantor Tempo serta respons tidak sensitif dari pejabat istana menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam melindungi jurnalis.
Pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak, mencerminkan sikap arogan dan tidak sensitif terhadap kebebasan pers serta hak asasi manusia. Tanggapan yang meremehkan ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menjamin keamanan jurnalis.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap kebebasan pers. Setiap bentuk ancaman terhadap jurnalis harus dianggap sebagai masalah serius yang membutuhkan respons tegas dari aparat dan pemerintah. Pernyataan yang meremehkan ancaman seperti ini hanya akan memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat dan komunitas internasional.
Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret dengan mengusut tuntas kasus teror ini dan memberikan perlindungan bagi para jurnalis. Selain itu, pejabat publik harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan agar tidak memperkeruh situasi. Hasan Nasbi sudah meminta maaf secara terbuka atas ucapannya yang tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap seorang pejabat negara.
Teror terhadap media bukanlah perkara sepele, tetapi ancaman nyata terhadap demokrasi. Pemerintah harus menunjukkan keseriusannya dalam melindungi kebebasan pers agar tidak muncul anggapan bahwa negara abai terhadap keselamatan jurnalis. Jika dibiarkan, kejadian seperti ini akan semakin mencederai prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi di Indonesia. *