Tren  

Kematian Mendadak dan Vaksin COVID-19: Apakah Ada Kaitannya?

Beberapa bulan terakhir, kabar tentang kematian mendadak semakin sering terdengar. Tiba-tiba pingsan, lalu meninggal. Ada yang saat berolahraga, ada yang sedang dalam acara keluarga. Tanpa menunggu penjelasan medis, sebagian masyarakat langsung memunculkan kejadian itu dengan satu hal: vaksin COVID-19.

Dalam masyarakat yang pernah mengalami trauma pandemi, kekhawatiran seperti ini sangat bisa dimengerti. Namun, tak semua hal bisa disimpulkan seperti itu. Apakah vaksin COVID-19 yang benar bisa menyebabkan kematian mendadak? Ataukah ini hanya kebetulan yang belum terjelaskan?

Menyambung Titik Tanpa Data
Dalam dunia medis, keterkaitan antara dua hal hanya bisa dibuktikan jika ada sebab-akibat yang jelas. Menurut Dr Erlina Burhan, spesialis paru dari RSUP Persahabatan, kematian mendadak setelah vaksinasi belum tentu disebabkan oleh vaksinnya. Perlu diketahui apakah orang tersebut memiliki penyakit jantung atau kelainan lain yang tidak diketahui sebelumnya.

Masalahnya, di era media sosial, opini lebih sering dibentuk oleh narasi daripada data. Begitu seseorang meninggal setelah menerima vaksin, ekologi langsung bermunculan. Padahal, belum tentu ada hubungan kausal di sana.

CDC Amerika Serikat mencatat bahwa dari jutaan dosis vaksin COVID-19 yang telah diberikan, efek samping serius sangat jarang terjadi. Terlebih lagi, dalam sebagian besar kasus, tidak ditemukan bukti kuat yang menghubungkan dengan kematian mendadak.

Kematian Mendadak Sudah Terjadi Sejak Lama
Perlu diingat bahwa kematian mendadak bukanlah fenomena baru. Jauh sebelum pandemi, banyak orang meninggal secara tiba-tiba akibat serangan jantung, stroke, atau gangguan irama jantung. Data WHO menunjukkan bahwa penyakit jantung iskemik masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.

Vito Damay, spesialis jantung dan pembuluh darah, menjelaskan bahwa “kematian mendadak bisa terjadi pada siapa saja, bahkan yang tampak sehat. Bisa jadi karena ada penyakit jantung yang tidak terdeteksi sebelumnya.”

Dalam banyak kasus, vaksinasi hanya bertepatan dengan waktu terjadinya kematian. Korelasi semacam ini belum tentu menandakan hubungan sebab-akibat.

Butuh Penyelidikan, Bukan Dugaan
Setiap kasus kematian mendadak memerlukan penyelidikan medis menyeluruh. Tanpa autopsi atau investigasi, penyebab pasti sulit ditentukan. Sayangnya, di Indonesia, otopsi masih sering dianggap tabu atau bahkan ditolak oleh keluarga. Ini memberi ruang bagi spekulasi untuk menumbuhkan kawasan pinggiran kota.

Menurut pendekatan medis, dugaan tanpa bukti tak bisa dijadikan dasar kesimpulan. Hanya melalui penjelasan ilmiah, penyebab pasti bisa ditemukan.

Ketakutan yang tak Berdasar Bisa Lebih Berbahaya
Vaksin COVID-19 memang bukan tanpa risiko, seperti semua bentuk intervensi medis. Namun, manfaat vaksinasi lebih jauh besar dibandingkan risikonya. Vaksin telah menyelamatkan jutaan nyawa, menekan angka kematian, dan membuka kembali kehidupan normal yang sempat tertunda.

Narasi ketakutan yang tidak berdasar justru bisa lebih berbahaya. Ketika masyarakat menolak vaksin karena takut pada isu yang belum terbukti, risiko wabah bisa kembali meningkat. Dalam skenario seperti itu, korban yang jatuh bisa jauh lebih banyak.

Bijak Menyikapi Informasi
Di tengah informasi banjir, diperlukan kecermatan untuk membedakan mana fakta dan mana asumsi. Setiap orang boleh bertanya dan waspada, tapi jawaban yang diambil harus berdasarkan bukti, bukan ketakutan.

Anthony Fauci, ahli imunologi terkemuka, pernah mengatakan, “Sains bukan tentang opini, tapi tentang bukti.” Prinsip ini perlu terus dipegang agar tidak mudah terseret dalam arus informasi yang berputar.

Kematian mendadak adalah sebuah tragedi. Namun menyampaikan kesimpulan tanpa dasar bisa menjadi tragedi berikutnya – karena bisa mengirimkan keputusan kepada banyak orang. *

Lokapalanews.com adalah salah satu media online di Indonesia hadir dengan sajian informasi yang aktual, informatif, inspiratif, dan mencerahkan di tengah derasnya aliran informasi yang tak jelas kebenarannya.