Memasuki era digital, dunia pendidikan mengalami transformasi besar yang mengubah cara belajar, mengajar, dan mengakses ilmu pengetahuan. Teknologi menghadirkan peluang baru yang memungkinkan siapa saja untuk mendapatkan pendidikan tanpa terbatas ruang dan waktu. Platform pembelajaran daring, kecerdasan buatan, serta akses informasi yang melimpah telah mempercepat evolusi sistem pendidikan.
Namun, di balik kemajuan ini muncul berbagai tantangan, seperti kesenjangan akses teknologi, penurunan kualitas interaksi akademik, serta maraknya praktik kuliah tak wajar yang mengancam esensi pendidikan itu sendiri. Masih banyak kasus praktik memperoleh gelar akademik tanpa menempuh proses perkuliahan yang sah. Fenomena ini dikenal sebagai “sarjana oplosan,” sebutan bagi mereka yang tidak pernah duduk di bangku kuliah secara formal tetapi tetap bisa diwisuda dan memperoleh ijazah sarjana.
Sarjana oplosan biasanya memperoleh gelarnya melalui berbagai cara ilegal, seperti membeli ijazah, menggunakan jasa joki skripsi dan sidang, atau bahkan berkolusi dengan pihak tertentu dalam institusi pendidikan yang korup. Ada juga yang hanya membayar sejumlah uang untuk mendapatkan gelar tanpa perlu menghadiri kuliah atau menyelesaikan tugas akademik.
Sesungguhnya, kuliah bukan sekadar mencari gelar, melainkan proses panjang untuk menimba ilmu dan membentuk karakter. Praktik kuliah tak wajar, seperti membeli ijazah atau menempuh pendidikan di institusi ilegal, adalah bentuk pengkhianatan terhadap esensi ilmu pengetahuan. Mereka yang memilih jalur pintas ini mengingkari nilai-nilai akademik dan hanya mengejar legitimasi tanpa kompetensi.
Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena sesungguhnya praktik perkuliahan ilegal ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga menciptakan efek domino yang merusak berbagai sektor. Dunia kerja menjadi tidak kompetitif karena banyak lulusan tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan gelar yang mereka sandang. Akibatnya, kepercayaan terhadap sistem pendidikan semakin menurun, dan mereka yang benar-benar berjuang keras untuk menempuh pendidikan yang sah menjadi korban ketidakadilan.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah praktik tidak terpuji ini. Salah satunya memperketat proses pelaporan akademik di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti). Namun, ketatnya sistem yang dirancang tetap saja membuat praktik kuliah tak wajar ini tetap menjamur. Oleh karena itu, pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa gelar akademik tetap menjadi simbol kompetensi dan bukan sekadar lembaran kertas tanpa makna.
Menjamurnya praktik kuliah tak wajar yang kemudian melahirkan sarjana oplosan itu perlu tindakan tegas. Salah satunya adalah memperketat sistem verifikasi ijazah dan memperkuat regulasi terhadap perguruan tinggi. Di samping itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan yang berkualitas perlu ditingkatkan agar tak mudah tergiur dengan jalan pintas yang merugikan.
Kita harus memegang teguh prinsip bahwa pendidikan adalah alat untuk menciptakan individu yang kompeten dan berintegritas. Oleh karena itu, memerangi praktik sarjana oplosan bukan hanya tugas pemerintah dan akademisi, tetapi juga tanggung jawab bersama demi masa depan yang lebih baik. *