SOSOK Kolonel TNI Angkatan Udara (Purn) I Made Asra Tanaya ini tentu tidak asing bagi umat Hindu khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pria kelahiran Buleleng, Bali, pada Juni 1943 dan suami dari Gusti Ayu Widiati ini aktif dalam kegiatan umat Hindu di DIY dan merupakan Ketua Pembangunan Krematorium di TPU Madurejo DIY.
Made Astra Tanaya hadir di Yogyakarta sejak SMA. Saat itu ia menempuh pendidikan di SMA Pedagogik UGM mulai tahun 1960. Kemudian masuk Akademi Angkatan Udara tahun 1968 dan mulai dinas di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta tahun 1975 sampai dengan 1996. Selama 30 tahun mengabdikan dirinya di TNI Angkatan Udara dan dan selama 21 tahun sebagai pendidik di Akademi Angkatan Udara Republik Indonesia di Yogyakarta. Lantas apa saja kiprahnya?
Pengusul Kehadiran Presiden Pertama di Upacara Tawur Kesanga Nasional di Candi Prambanan
Candi Prambanan sebagai Candi Hindu terbesar di Indonesia beberapa tahun sebelum tahun 2015 telah ditetapkan sebagai tempat untuk melaksanakan Upacara Tawur Kesanga Nasional karena Candi Pambanan merupakan simbol dari tempat pemujaan Tri Murti khususnya Dewa Siwa (Siwaghra). Sebelum tahun 2015 Panitia Nasional Hari Suci Nyepi dengan panitia pelaksana dilakukan secara bergiliran oleh umat Hindu Jawa DIY setiap tahun ganjil dan umat Hindu Jawa Tengah setiap tahun genap biasanya mengundang pejabat negara paling tinggi Menteri Agama Republik Indonesia.
Setelah Presiden dijabat Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2014, umat Hindu merasa perhatian terhadap kehidupan beragama di Indonesia mulai merata dan lebih baik sehingga umat Hindu DIY dengan dikoordinir I Made Atra Tanaya selaku Ketua Panitia Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1937 (Tahun 2015 Masehi) Daerah Istimewa Yogyakarta mengusulkan untuk menghadirkan Presiden Ir. Joko Widodo di Upacara Tawur Kesanga di Candi Prambanan. Awalnya usulan tersebut belum disetujui oleh Ketua PHDI Pusat (ketika itu dijabat Sang Nyoman Suwisma) dengan alasan Presiden RI biasanya diundang di Acara Dharma Santi Nasional yang dilaksanakan di Jakarta. Namun setelah dibentuk Panitia Nasional Hari Suci Nyepi Nasional dan setelah mengadakan rapat pertama usulan dari DIY untuk menghadirkan Presiden di Candi Pramabanan diakomodasi dan disetujui Panitia Nasional Nyepi dan PHDI Pusat. Prisiden Jokowi bisa menghadiri Upacara Tawur Kesanga Nasional pertama kalinya pada hari Jumat, 20 Maret 2015.
Di tahun yang sama juga untuk pertama kalinya dilaksanakan pawai ogoh-ogoh yang melewati jalan Protokol Malioboro yang merupakan jalan paling ramai di Yogyakarta. Tahun-tahun sebelumnya sudah sempat direncanakan untuk pawai ogoh-ogoh di jalan protokol tersebut, namun baru hanya bisa dilaksanakan di jalan sekitar Pura Jagatnatha Banguntopo Banguntapan Bantul DIY. Karena ada momen Presiden transit di Istana Gedung Agung Yogyakarta yang terletak di ujung selatan Jl. Malioboro dan karena keberanian dan semangat Made Astra Tanaya selaku Ketua Panitia Hari Suci Nyepi DIY, akhirnya acara pawai ogoh-ogoh sore hari 20 Maret 2015 menjelang upacara pengerupukan terlaksana dengan lancar dan mendapat sambutan meriah dari masyarakat dan menjadi event tahunan yang ditung-tunggu masyarakat Jogja dan setelah itu rutin terlaksana dan terhenti ketika terjadi Covid-19.
Membangun Krematorium di Taman Pemakaman Umum (TPU) Madurejo Prambanan
Setelah sukses menghadirkan Presiden Joko Widodo di Upcara Tawur Kesanga Nasional di Candi Prambanan untuk pertama kalinya, selanjutnya Made Astra Tanaya kembali dipercaya umat Hindu DIY melalui Surat Keputusan PHDI DIY No. 03/SK/PHDI-DIY/V/2016 untuk membangun Krematorium di TPU Madurejo Prambanan Yogyakarta.
Berawal dari adanya informasi bahwa ijin dari Krematorium Wahana Mulia Pingit Yogyakarta akan habis dan ada kemungkinan tidak diperpanjang ijinnya maka pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia merasa khawatir untuk mencari tempat untuk membangun krematorium yang akan digunakan umat Hindu DIY untuk melaksanakan upacara pitra yadnya (pengabuan jenazah/kremasi di Yogyakarta). Karena bila tidak ada krematorium di DIY Umat Hindu DIY khususnya akan melaksanakan kremasi harus ke luar DIY seperti di Solo atau Deling atau di Magelang. Upaya Pengurus PHDI DIY ketika itu dijabat oleh Ida Bagus Agung sudah maksimal, namun saat dapat tempat ijinnya yang rumit karena menyangkut tempat pembakaran jenazah.
Suatu hari saat dilaksanakan upacara ngaben/kremasi salah seorang umat Hindu DIY di Krematorium Wahana Mulia Pingit beberapa pengurus PHDI DIY sedang berdiskusi untuk mencari alternatif tempat membangun krematorium didengar oleh Bapak I Wayan Gundana (waktu itu Kepala Dinas Perijinan Kabupaten Sleman) secara serius Bapak Wayan Gundana tertarik bergabung diskusi dan memberi informasi bahwa ada informasi bahwa Pemkab Sleman ada rencana membangun Taman Pemakaman Umum (TPU) baru di daerah Madurejo Prambanan informasinya bahwa di dalam TPU ada siteplan untuk membangun krematorium di dalamnya. Gayung bersambut Ibu Dra. Mugiyani, M.Pd.H., (waktu itu staf di Direktorat Jenderal Bimas Hindu Kemenag RI Jakarta menyampaikan ada peluang bantuan rumah duka untuk PHDI di daerah provinsi.
Setelah itu PHDI DIY menugaskan Made Atra Tanaya bersama beberapa pengurus PHDI DIY untuk menindaklanjuti dan mencari informasi tentang Rencana Pembangunan Krematorium Pemkab Sleman ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman. Setelah berkomunikasi dengan pihak Pemkab Sleman didapatkan kepastian bahwa memang rencana tersebut memang ada namun akan dilaksanakan bertahap sesuai dengan Anggaran Pemkab. Tempat TPU sudah tersedia, ditawarkan kepada PHDI DIY dipersilakan menggunakan tempat tersebut secara swadaya namun selanjutnya status bangunan adalah milik pemkab dan umat Hindu diberikan hak khusus untuk menempatkan 2 orang tenaga operasioanl dan umat Hindu akan mendapatkan potongan biaya khusus bila akan menggunakan krematorium nantinya.
Akhirnya dengan modal bantuan dana dari Direktorat Jenderal Bimas Hindu Kemenag RI dan bantuan beberapa Umat Hindu dari seluruh Indonesia serta beberpa instansi pemerintah dan swasta lainnya terbangunlah sebuah krematorium dengan 2 tungku pembakaran dengan menghaiskan biaya sekitar Rp 1,5 miliar lebih dan dilaporkan oleh panitia yang diketuai oleh Made Astra Tanaya kepada PHDI DIY Tanggal 25 April 2018. Sebelumnya dalam masa ujicoba pengoperasioan krematorium dilaksanakan oleh PHDI DIY melalui Lembaga Urusan Kematian PHDI DIY/Sawa Prateka. Selanjutnya pengelolaan diserahkan kepada Pemkab Sleman dengan PHDI DIY diberi hak menempatkan 2 orang Umat Hindu selaku staf di krematorium tersebut. Di areal Krematoium TPU Madurejo terbut juga dibangun Pura Pajapati dan Pura Dalem. Saat ini krematorium digunakan oleh masyarakat umum, tidak hanya umat Hindu. Manfaat krematorium ini sangat terasa ketika terjadi Covid-19 karena Krematorium TPU Madurejo menjadi satu-satunya Krematorium di DIY yang distatuskan menerima kremasi jenazah yang meninggal karena terjangkit Covid-19.
Demikian sekilas dharma bhakti sosok I Made Astra Tanaya, saat ini beliau masih menjabat sebagai anggota Paruman Welaka di Kepngurusan PHDI DIY Masa Bhakti 2019-2024 yang pada tanggal 11 Juni 2023 ini berulang tahun ke-80, perjuangan dan sesepuh/penglingsir umat Hindu DIY ini patut menjadi contoh bagi para generasi muda saat ini. Selamat Ulang Tahun Pak Made Astra, semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu menyertai Bapak sekeluarga. *
I Wayan Ordiyasa
Sekretaris PHDI DIY dan Sekretaris Panitia Pembangunan Krematorium TPU Madurejo Prambanan